Kita semua tahu, bahwa memulai bisnis apa pun, pasti terkait erat dengan risiko. Jadi, sangat wajar untuk mempertanyakan seberapa sukses produk atau layanan Anda nantinya di pasaran.
Pada artikel sebelumnya, Mengapa Anda Harus Membangun MVP, saya mengatakan bahwa ide yang menurut Anda hebat, dan sepertinya akan sukses, belum tentu itu akan diterima oleh pasar.
Anda perlu mengujinya terlebih dahulu untuk membuktikan kelayakan rencana bisnis Anda itu.
Ada cara cepat dan efektif untuk menguji kelayakan ide bisnis Anda, bahkan dengan investasi terbatas.
Ya, itu adalah MVP !
Dalam artikel ini, saya akan menunjukkan kepada Anda tentang manfaatnya, cara membuat produk minimum yang layak (MVP), meluncurkannya, dan apa yang harus Anda lakukan setelahnya.
Apa itu MVP ?
Sebelum kita mendalami manfaat MVP dan cara membangunnya, saya ingin memulai dengan definisi tentang apa itu MVP.
Minimum Viable Product (MVP) adalah versi paling sederhana dari produk Anda, dengan fitur yang cukup untuk memvalidasi proposisi nilai Anda.
Eric Ries mendefinisikan MVP sebagai, “Versi produk yang memungkinkan kita untuk mengumpulkan sejumlah pembelajaran tervalidasi secara maksimal, tentang pelanggan, dengan sedikit usaha.”
MVP adalah upaya minimum untuk menguji apakah target pasar Anda benar-benar akan menggunakan produk Anda, dengan menggunakan metodologi yang sederhana dan efektif.
6 Manfaat Membangun MVP
Dalam situasi bisnis saat ini, merilis produk Anda dengan cepat dan sesuai anggaran, merupakan prasyarat untuk kesuksesan.
Membangun MVP telah menjadi proses yang harus dilakukan, karena memungkinkan Anda menghemat waktu , energi, dan uang, sekaligus mengurangi risiko Anda.
Berikut ini adalah manfaat-manfaat membangun MVP :
1. User-centric Development
Membangun MVP memaksa Anda agar sangat fokus dalam memecahkan masalah utama pengguna Anda.
2. Rapid Testing
Semakin cepat Anda dapat menguji asumsi Anda, semakin cepat Anda bisa mencapai market. Tidak hanya itu, Anda akan menghemat banyak energi dengan menggunakan metodologi MVP.
3. Mengurangi Biaya
Tidak bisa dipungkiri bahwa membangun bagian dari suatu produk, dengan hanya fitur yang benar-benar penting, jauh lebih murah daripada membangun versi “all singing all dancing”.
4. Memvalidasi Pasar dan Melindungi Kredibilitas
Ketika kita membangun sesuatu yang baru, Anda akan selalu melibatkan orang lain. Dari teman, keluarga hingga investor, juga pemain lain di pasar pilihan Anda.
Intinya, Anda membangun MVP untuk test the water.
Dengan begitu jika produk Anda gagal maka akan cepat gagal, tanpa menghabiskan terlalu banyak uang.
Alternatif lainnya adalah mengucurkan semua anggaran yang Anda miliki ke dalam produk yang gagal dalam waktu satu tahun, dan tentu saja tidak ada yang mau melakukan hal ini.
5. Mengurangi Effort
Banyak entrepreneur langsung kelelahan setelah mengerahkan semua energi mereka untuk produk yang berfitur lengkap.
Jika mereka meleset dari sasaran, dan produk tidak memiliki adopsi apa pun, maka itu akan menguras semua energi dan inspirasi mereka , dan itu mungkin membuat mereka kapok, tidak pernah mau untuk terjun dalam dunia wirausaha lagi.
Menggunakan pendekatan MVP, akan memungkinkan Anda untuk menguji pasar berbulan-bulan, sebelum kelelahan itu bisa terjadi, dan membuat nyali Anda surut.
6. Mengalahkan Metode Waterfall
Alternatif dari metode Lean dikenal sebagai metode Waterfall, yaitu membangun produk berfitur lengkap, sebelum memvalidasi apakah orang akan menggunakan solusi Anda.
Itulah yang dilakukan oleh perusahaan besar dan konsultan tradisional.
Hal itu juga merupakan metode yang kemudian menginspirasi Eric Ries untuk menciptakan proses yang lebih baik.
MVP versus MBP
Banyak founder mempunyai daftar fitur yang lengkap untuk membangun versi pertama produk mereka, terlepas dari kesadaran mereka akan konsep lean dan kerangka kerja MVP.
Tanpa sadar, mereka mencoba membangun MBP (Most Beautiful Product), bukan MVP, yang itu cenderung lebih banyak menyerupai metode waterfall yang kurang optimal.
Itu adalah kesalahan yang dilakukan banyak founder, dan inilah alasannya :
- Sebagai pengusaha, kita cenderung asyik dan tenggelam dalam proses membangun sebuah produk.
- Kita secara emosional berinvestasi dalam visi kita, sehingga seringkali sulit untuk mengambil pandangan yang objektif, tentang apa yang akan diadopsi oleh pengguna kita, dan apa yang tidak.
Maka, penting untuk menghindari hal tersebut !
Cara terbaik untuk melakukannya, adalah dengan menjaga customer/user tetap berada di prioritas pertama dalam mindset Anda (customer-centric), serta mengikuti proses terstruktur untuk membangun MVP.
Tipe-tipe MVP
Sebetulnya tidak ada prosedur standar untuk membangun MVP, tetapi panduan yang ada di artikel ini bisa membantu Anda, untuk membangun tipe MVP yang tepat, pada waktu yang tepat.
Ada dua tipe MVP yang berbeda : Low Fidelity yang bersifat non-fungsional dan High Fidelity yang bersifat fungsional.
MVP Low Fidelity (Non-Fungsional)
MVP Low Fidelity dimaksudkan untuk menguji apakah ada kelompok pelanggan yang cukup besar, yang nantinya bersedia membeli produk atau layanan Anda jika ditawarkan.
Dengan kata lain, apakah ada sekelompok pelanggan yang memiliki jenis masalah tertentu, yang mereka bersedia membayar Anda, untuk menyelesaikan masalah mereka.
MVP ini bersifat non-fungsional, menjadi sebuah alat yang Anda buat untuk menguji minat di pasar Anda.
Misalnya, membangun landing page, membuat video promosi, atau meluncurkan produk Anda di platform crowdfunding seperti Kickstarter, atau kalau di Indonesia, Anda bisa mencoba Fundex.
Contoh MVP Low Fidelity non-fungsional yang paling umum dan terkenal adalah Dropbox.
Alih-alih membangun produk untuk memvalidasi asumsi, si founder Drew Houston membangun landing page dan video promosi seperti ini untuk membangkitkan minat pasar.
Dia menghabiskan US $2.000 untuk iklan, dan menghasilkan 75.000 user di daftar tunggunya dalam semalam.
Idenya tampak sederhana menurut standar saat ini.
Penyimpanan cloud yang mudah untuk apa pun, mulai dari dokumen hingga foto dan musik, yang akan terintegrasi dengan setiap perangkat di rumah Anda.
Namun, pada saat itu, produk tersebut dianggap revolusioner.
Video itu cukup untuk memvalidasi asumsi mereka, dan Dropbox masih menjadi salah satu solusi penyimpanan cloud paling populer di pasar.
Kelebihan MVP Low Fidelity Non-Fungsional
Membangun MVP non-fungsional bisa menghemat uang dalam biaya pengembangan.
Landing page, video yang profesional, dan sejenisnya, biasanya lebih murah, dibandingkan dengan membangun produk dasar yang fungsional.
Ini juga menciptakan buzz di tentang produk Anda, dan memungkinkan Anda membuat daftar email pengguna potensial yang tertarik.
Kekurangan MVP Low Fidelity Non-Fungsional
Jika Anda perlu mengetahui metrics seperti retensi pelanggan, maka Anda tidak bisa mendapatkan hal itu dengan akurat.
MVP High Fidelity (Fungsional)
MVP High Fidelity adalah pembuatan prototipe, atau setidaknya mockup, yang bisa di-klik lebih detail, sebagai kelanjutan Anda untuk mencari tahu kapan Anda harus beralih dari pengujian MVP yang low fidelity.
MVP ini fungsional, Anda membuat produk dasar, dan menyerahkannya ke tangan pengguna Anda untuk dicoba.
Salah satu contoh bagus dari MVP fungsional adalah AirBnB, seperti yang telah Anda baca di artikel sebelumnya, Contoh Sukses MVP.
Mereka mengambil gambar apartemen, mengunggahnya ke Craigslist dan memiliki tiga tamu yang membayar dalam waktu singkat.
Mereka melihat ada pasar untuk ini.
Jadi mereka mengidentifikasi fitur utama yang diperlukan untuk membuktikan bahwa memang ada pasar, dan membangunnya menjadi MVP.
Mereka membuat situs web dengan ordering system, yang memungkinkan orang menjelajahi akomodasi, dan memesan kamar.
Itu berhasil, dan mereka terus melakukan iterasi untuk membangun produk yang kaya fitur, seperti yang kita kenal sekarang.
Meskipun metode ini telah berhasil di banyak perusahaan, selalu ada kelebihan dan kekurangannya dalam membangun MVP semacam ini.
Kelebihan MVP High Fidelity Fungsional
MVP tipe ini memungkinkan Anda untuk memvalidasi tindakan pelanggan, bukan hanya minatnya.
Ini memungkinkan Anda untuk mengukur konversi riil, retensi, biaya per akuisisi, dll, dan tidak hanya memperkirakan berdasarkan minat pasar.
Jika MVP Anda terbukti berhasil, Anda juga telah membangun fondasi yang kuat untuk melakukan iterasi produk yang berfitur lebih lengkap.
Anda juga mendapatkan awal yang baik, karena early adopter yang berkomitmen, yang merupakan bagian dari proses MVP Anda, cenderung tetap bersama Anda saat produk Anda meningkat.
Kekurangan MVP High Fidelity Fungsional
Membangun MVP fungsional, dalam banyak kasus, lebih mahal daripada versi non-fungsional. Dibutuhkan lebih lama untuk membangun, dan lebih sulit untuk dikelola.
Misalnya, jika Anda seorang pendiri yang bukan berlatar-belakang teknologi, maka, hanya untuk menemukan mitra teknis yang tepat untuk melaksanakan pengembangan MVP fungsional saja, bisa memakan banyak waktu dan usaha.
3 Langkah Membangun MVP
MVP mempunyai tujuan untuk menguji apakah target pasar Anda benar-benar akan menggunakan dan membeli produk Anda.
Maka, proses 3 langkah ini akan membantu Anda untuk memutuskan :
- Jadi atau tidak jadi membangun MVP berdasarkan rencana bisnis Anda
- Jika jadi, fitur-fitur apa yang harus ada di dalam MVP Anda
Proses dalam 3 Langkah itu adalah :
- Tetapkan Proposisi Nilai (Value Proposition) dari MVP
- Tetapkan asumsi-asumsi dasar untuk divalidasi
- Tentukan cara terpendek untuk memvalidasi asumsi-asumsi itu.
Untuk menjelaskan proses tiga langkah ini, kita nanti akan menggunakan AirBnB sebagai contoh agar membuatnya lebih nyata, dan tidak terlalu teoretis.
AirBnB adalah salah satu perusahaan yang paling banyak digunakan untuk mengukur proses MVP. Meskipun itu adalah contoh yang umum, tetapi ini adalah cara terbaik untuk menggambarkan proses membuat MVP sebagai contoh dalam dunia nyata.
LANGKAH 1 — Menetapkan value proposition dari MVP
Kita tentu saja tidak ingin membangun sesuatu yang akhirnya tidak berguna dalam waktu berbulan-bulan. Maka, kita harus mulai dengan bertanya, “Apakah produk ini benar-benar sesuai dan berguna untuk target saya ?”.
Itu adalah pertanyaan penting saat membangun MVP, dan Anda harus bisa menjawab itu secepatnya.
Maka, pertanyaan itu kemudian kita breakdown satu demi satu secara terstruktur. Hal ini akan memudahkan Anda dalam menetapkan proposisi nilai dari MVP yang ingin Anda buat. Pertanyaan-pertanyaan itu adalah :
1. Apa problem/pain yang coba Anda selesaikan dengan produk Anda ?
2. Apa proposisi nilai MVP Anda ?
Proposisi nilai (value proposition) adalah sebuah dorongan agar pelanggan memilih produk dan layanan kita daripada yang lain. Proposisi nilai ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan dari pelanggan. Salah satu contoh proposisi nilai yang baik adalah manfaat yang bisa menyelesaikan permasalahan pelanggan.
3. Siapa target utamanya ?
Kenali mereka dalam hal segment: demografi, psikologi, dan perilaku dalam konteks yang diamati, lalu buatlah user persona.
4. Bagaimana upaya (solusi) pihak-pihak yang berkepentingan dengan target tersebut, menangani masalah target mereka saat ini ?
Lakukanlah benchmark terhadap kompetitor.
5. Mengapa MVP Anda lebih baik dari solusi yang ada saat ini ? Apa yang membedakan Anda dari alternatif/kompetisi yang telah ada ?
Buat dengan format :
____(nama produk/layanan/bisnis Anda)___adalah ____(pernyataan tentang manfaat/solusi yang jadi kunci pembeda)___
6. Apa elevator pitch Anda ?
Elevator pitch adalah penjelasan singkat dan persuasif tentang produk/layanan/bisnis Anda dalam 30-60 detik.
Buat elevator pitch Anda dengan format :
Ini dibuat untuk ____(target segment Anda)____ yang ____(sebutkan masalah mereka)____ . ____(Nama produk/layanan/bisnis Anda)____ adalah ____(pernyataan tentang manfaat/solusi utamanya)____. Tidak seperti ____(solusi yang ada saat ini)____, kami ____(katakan apa yang membedakan Anda dari kompetitor/alternatif yang ada)___.
Hasil akhirnya harus berupa “SSCC” Elevator Pitch (Simple Stupid, Crystal Clear Elevator Pitch)!
Catatan:
Jika ada beberapa aspek dari elevator pitch Anda yang tidak jelas, maka Anda harus mengulang kembali ke langkah pertama.
Mari kita lihat contoh studi kasus AirBnB untuk beberapa konteks.
Pada studi kasus AirBnB :
1. Apa problem/pain yang ingin diselesaikan AirBnB ?
1) Pelancong di seluruh dunia tidak bisa menemukan cara mudah untuk memesan kamar kepada penduduk lokal.
2) Orang tidak bisa menemukan cara yang mudah jika ingin menjadi tuan rumah (host).
Tawaran utama yang ada untuk akomodasi pariwisata adalah hotel, yang itu tidak disesuaikan dengan preferensi para kaum milenial, sehingga hal itu membuat mereka “terputus” dari kota dan budayanya.
2. Apa proposisi nilai MVP AirBnB ?
AirBnB adalah marketplace online yang menghubungkan pelancong dengan tuan rumah lokal.
Di satu sisi, para penduduk lokal bisa membuat daftar tempat yang tersedia untuk pariwisata lokal, serta menghasilkan uang tambahan, sementara pelancong dapat memesan tempat-tempat unik dari penduduk lokal, menghemat uang, dan mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi dengan mereka.
3. Siapa target utama AirBnB ?
1) Pelancong : orang yang senang bepergian tanpa menghabiskan seluruh anggaran untuk kamar hotel.
Mereka biasanya adalah kaum milenial, yang tertarik untuk belajar dari, dan hidup bersama dengan budaya yang berbeda, serta bersedia untuk menikmati pengalaman dengan penduduk setempat daripada orang-orang dari negara asalnya sendiri.
Perilaku pelancong milenial cukup menarik, 3/4 liburan per tahun, mereka lebih memilih pengalaman daripada resor, mereka ingin menghemat akomodasi dan menghabiskan untuk kegiatan.
2) Tuan rumah (host) : pemilik rumah yang bersedia menyewakan ruangan rumahnya. Alasannya biasanya untuk mendapatkan uang, disertai dengan minat bertemu orang-orang yang menarik.
4. Bagaimana upaya (solusi) pihak-pihak yang berkepentingan dengan target tersebut, menangani masalah target mereka saat ini (benchmark) ?
Hotel, Hostel, Couchsurfing (nama sebuah layanan).
5. Mengapa MVP AirBnB lebih baik dari solusi yang ada saat ini ? Apa yang membedakan AirBnB dari alternatif/kompetisi yang telah ada ?
AirBnB sangat cocok untuk kaum milenial. Hal ini memungkinkan pelancong untuk mengelola akomodasi perjalanan mereka secara natural, bebas repot, dan sederhana, dengan best value for money, juga mempertimbangkan kekhawatiran mereka untuk bisa menjadi lebih genuine, dan hemat biaya.
AirBnB memungkinkan pemilik rumah untuk menyewakan ruang mereka dengan cara yang mudah, hanya dengan sekali mendaftarkan tempat di platform, dan menerima uang secara eksklusif secara online, serta menawarkan solusi yang terjangkau untuk para pelancong.
6. Apa Elevator Pitch AirBnB ?
Ini dibuat untuk kaum milenial yang ingin bepergian dengan cara yang nyaman, hemat biaya, dan genuine. AirBnB adalah pasar untuk mengisi kesenjangan antara tuan rumah (host) yang ingin menyewakan rumah mereka dengan singkat, dan wisatawan yang bersedia membayar untuk dijamu di tempat pribadi oleh penduduk setempat. Tidak seperti hotel, Airbnb menciptakan interaksi antara tamu, tuan rumah, dan budaya mereka, serta menyederhanakan seluruh proses penyewaan tempat di seluruh dunia. Tidak seperti hostel dan Couchsurfing, Airbnb lebih eksklusif dan cocok untuk masa inap yang lebih pribadi dan nyaman.
LANGKAH 2 — Menetapkan asumsi-asumsi dasar untuk divalidasi
Saat Anda mempunyai ide untuk membuat produk / bisnis, tentu Anda sudah mempunyai asumsi-asumsi yang memperkuat rencana tersebut. Berdasarkan asumsi-asumsi itu, Anda sudah berhasil menyelesaikan proses di langkah pertama, hingga sudah mempunyai elevator pitch (langkah 1 – poin ke 6).
Maka pertanyaan-pertanyaan berikut ini berguna untuk menetapkan asumsi-asumsi dasar untuk divalidasi kebenarannya.
1. Apa asumsi-asumsi dasar yang terdapat dalam elevator pitch Anda ?
Apa asumsi-asumsi relevan yang diperlukan, agar MVP Anda menjadi bermakna ? Pada langkah ini, kita harus melakukan konstruksi ulang semua pernyataan yang relevan dari proposisi nilai dan elevator pitch.
2. Dari asumsi-asumsi tersebut manakah yang SUDAH tervalidasi ?
Asumsi-asumsi yang telah Anda miliki dan tercatat, bisa divalidasi dengan cara melakukan riset. Melakukan riset tentang asumsi seputar MVP Anda, bisa jauh lebih cepat daripada mengujinya.
3. Dari asumsi tersebut, mana yang PERLU kita validasi, dan menggunakan METRICS yang mana ?
Dari asumsi-asumsi yang belum terbukti dan perlu diuji dengan MVP, ukuran (metrics) apa yang digunakan untuk mengukurnya.
Contoh dalam studi kasus AirBnB :
1. Apa asumsi-asumsi dasar yang terdapat dalam elevator pitch AirBnB ?
- Pelancong ingin membayar untuk dijamu di tempat-tempat pribadi oleh penduduk setempat supaya mendapatkan pengalaman riil
- Pelancong bersedia berbagi tempat dengan orang asing
- Pelancong ingin tinggal di tempat pribadi secara tetap – Tuan rumah ingin menyewakan rumah mereka untuk menghasilkan uang
- Tuan rumah bersedia mengakomodasi orang asing di rumah mereka
- Tuan rumah ingin menyewakan rumah mereka beberapa kali per tahun
2. Dari asumsi-asumsi tersebut manakah yang SUDAH tervalidasi ?
- Pelancong ingin membayar untuk dijamu di tempat-tempat pribadi oleh penduduk setempat untuk mendapatkan pengalaman riil.
Tervalidasi dengan riset : 17.000 daftar perumahan sementara di SF & NYC Craiglist, 9–16 Jul 2007. - Tuan rumah ingin menyewakan rumah mereka untuk menghasilkan uang.
Tervalidasi dengan riset : 17.000 daftar perumahan sementara di SF & NYC Craiglist, 9–16 Jul 2007 - Tuan rumah bersedia menampung orang asing di rumah mereka.
Tervalidasi dengan riset: 630.000 ruang tersedia di Couchsurfing.com - Pelancong bersedia berbagi tempat dengan orang asing.
Tervalidasi dengan riset: 630.000 ruang tersedia di Couchsurfing.com
3. Dari asumsi tersebut, mana yang PERLU divalidasi, dan menggunakan METRICS yang mana ?
- Pelancong ingin tinggal di tempat pribadi secara tetap.
(Metric: Rasio retensi pelancong) - Tuan rumah ingin menyewakan rumah mereka beberapa kali per tahun?
(Metric: Rasio retensi tuan rumah)
LANGKAH 3 — Cara terpendek untuk memvalidasi asumsi-asumsi
Langkah ini dimaksudkan untuk menyaring lagi daftar fitur sprint pertama Anda menjadi fitur-fitur inti minimumnya.
Namun sebelum memilih fitur-fitur itu, ada pertimbangan yang harus dilakukan, yaitu, “Apakah mungkin untuk membangun MVP yang non-fungsional, sehingga lebih cepat untuk diimplementasikan, lebih murah untuk dibangun, dan cukup baik untuk menguji asumsi-asumsi dasar Anda ?”
Nah, jika membangun MVP non-fungsional bukanlah pendekatan terbaik untuk menguji pasar Anda, maka cara terbaik untuk memutuskan fitur mana yang akan dimasukkan ke dalam MVP Anda, adalah dengan memprioritaskannya.
Caranya adalah dengan melihat daftar lengkap fitur MVP Anda satu per satu, lalu tanyakan pada diri Anda, “Apakah fitur ini penting untuk membuktikan asumsi-asumsi dasar saya, dan menunjukkan proposisi nilai MVP saya ?”
Dari pertanyaan itu, maka, setiap fitur yang mutlak penting untuk membuktikan asumsi Anda, menjadi fitur yang punya prioritas tinggi. Fitur itu harus menjadi yang pertama dalam antrean untuk dimasukkan ke dalam MVP Anda.
Fitur yang “nice to have” tetapi tidak menunjukkan proposisi nilai Anda, atau membantu Anda membuktikan asumsi dasar Anda, harus disimpan untuk nanti.
Anda bisa me-review-nya lagi di kemudian hari, dan memutuskan apakah akan membuatnya, atau tidak, saat Anda mengulanginya.
Sebagai catatan, sejumlah besar founder “tersesat” di langkah ini.
Mereka kehilangan diri mereka sendiri dalam proses, dan tidak fokus pada fitur yang relevan untuk menguji pasar.
Memilih fitur yang tepat adalah pergulatan antara pikiran emosional Anda dan pikiran analitis Anda.
Dalam hal ini, Anda harus mendengarkan pikiran analitis Anda.
Ini akan memastikan Anda membangun MVP, hanya dengan apa yang relevan untuk membuktikan asumsi dasar Anda dan menunjukkan nilai Anda kepada pengguna.
Mari kita kembali ke studi kasus Airbnb sekali lagi untuk contoh di dunia nyata :
Dalam studi kasus AirBnB:
Apakah mungkin untuk membangun MVP non-fungsional yang memiliki waktu pengembangan lebih singkat dan cukup untuk menguji asumsi utama AirBnB?
AirBnB memutuskan untuk membangun MVP yang fungsional, dan itu memakan waktu sekitar tiga setengah bulan dengan biaya US $35 ribu.
Dalam hal ini, metrik-metrik yang riil lebih dibutuhkan oleh mereka, untuk membuktikan asumsi-asumsi pendiri AirBnB.
Membangun MVP non-fungsional mungkin akan jauh lebih murah, tetapi itu hanya akan memberi kita metrik-metrik terkait minat pasar.
Buat Airbnb, mendapatkan indikator-indikator retensi yang nyata, jauh lebih berharga bagi mereka.
Sebagai contoh pada langkah ke-3 ini, kita gunakan saja daftar fitur yang tidak terlalu banyak. Kita filter saja dan catat fitur-fitur yang paling relevan dalam bentuk user story.
Untuk contoh AirBnB, itu akan seperti ini :
Sebagai seorang pelancong saya ingin:
- Melihat rumah yang tersedia dengan harga, profil tuan rumah, dan peringkat, jadi saya merasa aman tentang pilihan saya
- Mendapatkan poin credit ketika saya share ke teman-teman saya (sistem referral ini tidak hanya akan meningkatkan daya tarik, tetapi juga akan memberikan insentif dalam peningkatan retensi). Poin credit hanya bisa digunakan di pemesanan yang akan datang.
Sebagai tuan rumah (host) saya ingin :
- Melihat profil pelancong yang memesan, jadi saya bisa memilih pemesanan yang saya terima, sehigga saya merasa aman tentang siapa yang saya izinkan di rumah saya.
- Meminta AirBnB membantu saya untuk mendapatkan hasil terbaik dari rumah saya.
Apa Yang Harus Dilakukan Selanjutnya Setelah Membangun MVP ?
Setelah Anda meluncurkan MVP, saatnya menggunakan siklus Build – Learn – Measure :
Setelah Anda punya MVP, saatnya untuk mengumpulkan feedback dari pengguna (Measure).
Dengan menggunakan feedback dari pengguna tersebut, balik lagi ke scope produk Anda : analisis dari para pihak tentang MVP, user story, UX/UI, dan daftar fitur-fitur Anda.
Gunakan untuk menemukan peningkatan yang bisa Anda lakukan pada produk Anda (Learn).
Kemudian, terapkan peningkatan tersebut di produk Anda (Build).
Kemudian, kembali ke awal, dan mulai lagi.
Ulangi terus MVP Anda untuk membuat produk Anda yang lengkap.
Dengan melakukan itu, Anda telah membangun produk yang user-centric, yang merupakan solusi terbaik di pasar.
Bagaimana Cara Menemukan Early Adopter untuk MVP Anda ?
Early adopter adalah individu atau kelompok yang menggunakan produk, inovasi, atau teknologi Anda, sebelum orang lain dalam populasi yang lebih luas.
Untuk menemukannya, buat landing page, video, iklan media sosial, email, PR, kolaborasi dengan pihak lain. Atau Anda bisa menggunakan pelanggan sebelumnya di bisnis Anda yang lain (jika ada).
Pilihan Anda tidak terbatas, tergantung pada sumber daya yang Anda miliki.
Tujuannya cuma satu, dan tidak ada pilihan lain, yaitu mengenal pelanggan Anda.
Ada satu hal penting yang perlu diingat saat Anda membangun MVP :
“MVP Anda harus menjadi jalan terpendek untuk membuktikan bahwa orang akan menginginkan dan menggunakan produk Anda.”
Membangun MVP yang sukses bergantung pada strategi dan analisis.
Namun, yang lebih penting dari kedua hal tersebut adalah visi bisnis di balik solusi yang Anda buat.
Pengguna Anda harus yang jadi utama dalam pikiran Anda, dan berikan nilai pada setiap momen yang memungkinkan, maka Anda akan siap meluncurkan Produk Minimum yang Layak (MVP).
Semoga bermanfaat, terima kasih telah membaca, dan silakan berikan komentar.