Cara berpikir para jenius di dunia memiliki satu kesamaan, yaitu mereka banyak berpikir tentang cara mereka berpikir.
Seringkali, mereka menggunakan kerangka kerja untuk membantu mereka dalam menambah keteraturan pada keputusan harian mereka yang paling penting, dan untuk menambah konsistensi dalam hidup mereka.
Elon Musk, Reed Hastings (founder Netflix), dan beberapa entrepreneur hebat lainnya menggunakan kerangka kerja yang disebut dengan First Principle untuk menyusun pemikiran mereka.
Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi mengapa mereka melakukannya, dan bagaimana Anda juga bisa melakukannya.
Mata Rantai Yang Hilang
Elon Musk membangun tiga perusahaan revolusioner bernilai miliaran dolar AS di bidang yang sama sekali berbeda, Paypal (layanan keuangan), Tesla Motors (otomotif), dan SpaceX (aerospace).
Pada saat yang sama ia juga memiliki SolarCity & Tesla Energy, Neuralink, The Boring Company, dan baru-baru ini…, Twitter.
Secara sekilas, mudah untuk menghubungkan kesuksesannya yang cepat, kemampuannya dalam memecahkan masalah yang sulit, dan kreativitas jeniusnya itu, dengan etos kerjanya yang luar biasa.
Konon dia bekerja 100 jam dalam seminggu selama lebih dari 15 tahun, dan bahkan ia tidak mengambil istirahat makan siang, melakukan banyak tugas antara makan dan rapat-rapat.
Etos kerja memang memainkan peran penting untuk menjadi yang terbaik dalam apa yang Anda lakukan.
Tetapi, ternyata ada yang lebih dari itu !
Itu karena, ada orang yang bekerja sangat keras, tapi ternyata hanya membuat sedikit kemajuan dalam hidupnya, dan meninggal sebelum memberikan karya terbaik mereka untuk dunia.
Ada “mata rantai” yang hilang dalam melakukan kreativitas yang inovatif dan kesuksesan yang lebih cepat.
Beberapa pemikir paling cemerlang sepanjang masa, seperti Thomas Alfa Edison dan Nikola Tesla, juga menggunakan “mata rantai” yang hilang itu untuk pembelajaran yang lebih cepat, memecahkan masalah yang sulit, dan menciptakan hal-hal hebat dalam hidup mereka.
Dan mata rantai yang hilang itu tidak ada hubungannya dengan seberapa keras mereka bekerja.
Itu semua berkaitan dengan cara mereka berpikir.
Cara Berpikir Tradisional vs First Principle Thinking
Kita mempunyai banyak prinsip dalam hidup yang diatur oleh nilai-nilai, persepsi, sistem kepercayaan kita, dan bagaimana kita belajar menalar.
Prinsip-prinsip itu kemudian mengarah pada satu opini, dan memberi keleluasaan pada otak kita untuk menerapkan jalan pintas berupa kesimpulan yang telah dipelajari sebelumnya (tanpa memvalidasi asumsi yang mendasarinya).
Prinsip-prinsipnya mungkin masuk akal ketika kita pertama kali memulai, tetapi mempertanyakan apakah prinsip-prinsip itu masih berlaku membutuhkan penyangkalan terhadap teori-teori lama, dan menciptakan versi realitas baru untuk diri kita sendiri.
Pemikiran tradisional: Bagaimana biasanya kita berpikir ?
- Diawali dengan limitasi-limitasi
- Melakukan iterasi dan peningkatan pada jalur yang sudah ada
- Melakukan eksplorasi pada solusi yang telah tersedia (dalam bentuk variasi dari apa yang telah ada) tanpa memiliki pengetahuan yang tepat
- Selalu melihat kembali ke masa lalu dalam menentukan apa yang harus dibangun
- Mempertanyakan jalur yang diambil ketika ingin mencapai tujuan tertentu
First Principle Thinking: Bagaimana seharusnya kita berpikir ?
- Diawali dengan kemungkinan-kemungkinan
- Menentukan dan menjelajahi jalur yang benar-benar baru
- Membuat “resep” baru dari kebenaran yang paling mendasar
- Melihat ke masa depan dan kebutuhannya
- Mengajukan pertanyaan “Apa tujuannya ?”
Mari kita gali lebih jauh…
Cara Berpikir Dengan First Principle Thinking
Biasanya, ketika kita dihadapkan dengan masalah yang kompleks, kita secara naluriah akan berpikir seperti orang pada umumnya (orang kebanyakan).
First principle thinking adalah cara yang ampuh untuk membantu Anda mampu keluar dari mentalitas kerumunan itu, berpikir di luar kebiasaan, dan berinovasi dengan solusi yang benar-benar baru, untuk masalah yang sudah dikenal.
Caranya adalah dengan mengidentifikasi asumsi Anda saat ini, memecahnya menjadi kebenaran dasar, lalu menciptakan solusi dari awal. Dengan itu, Anda dapat memunculkan solusi cerdas untuk masalah yang kompleks, serta memberikan pemikiran yang unik di bidang apa pun.
Apa Itu First Principle Thinking?
Dalam sebuah kesempatan wawancara dengan Chris Anderson (kurator TED), Elon Musk mengungkapkan “mata rantai” yang hilang itu. Dia mengkaitkannya dengan kreativitas dan kesuksesannya yang jenius. Itulah yang disebut dengan cara berpikir (penalaran) “first principle”.
Well, I do think there’s a good framework for thinking. It is physics. You know, the sort of first principles reasoning. Generally I think there are — what I mean by that is, boil things down to their fundamental truths and reason up from there, as opposed to reasoning by analogy. Through most of our life, we get through life by reasoning by analogy, which essentially means copying what other people do with slight variations.
Om Elon, kurang lebih ngomong seperti ini,
“Yah, saya pikir ada kerangka kerja yang baik untuk berpikir. Itu adalah (hukum) fisika. Semacam penalaran prinsip-prinsip dasar (first principles). Secara umum saya pikir (hal itu) ada, yang saya maksud dengan itu adalah, mengolah segala sesuatunya menjadi kebenaran mendasar dan mencari alasan dari sana, sebagai lawan dari penalaran dengan analogi. Pada sebagian besar hidup kita, kita menjalani hidup dengan penalaran dengan analogi, yang pada dasarnya berarti menyalin apa yang sudah dilakukan orang lain dengan sedikit variasi”.
First principle thinking adalah sebuah kerangka cara berpikir (penalaran), dengan cara menggali suatu hal sampai ke esensi (prinsip) dasarnya, sehingga hal itu tidak lagi “diselimuti” oleh asumsi-asumsi lain, dan tidak bisa diurai lebih dalam lagi. Kemudian dari esensi (prinsip) dasar itu, diusahakan untuk membangun sebuah pemikiran sendiri.
Dalam istilah orang awam, penalaran first principle pada dasarnya adalah cara mempertanyakan secara aktif setiap asumsi yang Anda pikir Anda sudah tahu (tentang hal atau skenario tertentu), dan kemudian menciptakan pengetahuan dan solusi baru dari awal.
Sebaliknya, penalaran dengan cara analogi adalah, menyusun pengetahuan dan memecahkan masalah dengan berdasarkan asumsi sebelumnya, berdasarkan keyakinan serta best practice yang telah dianut secara luas, dan yang telah disetujui oleh mayoritas orang.
Pada dasarnya, penalaran first principle akan membantu Anda untuk mengembangkan cara pandang yang unik dalam berinovasi, dan memecahkan masalah sulit, dengan cara yang bahkan tidak dapat dipahami oleh orang lain.
3 Langkah Melakukan First Principle Thinking
Inilah cara Anda bisa dengan cepat menggunakan cara berpikir seperti seorang jenius, dalam 3 langkah sederhana, seperti yang direkomendasikan oleh Elon Musk sendiri.
LANGKAH 1: Identifikasi dan tentukan asumsi Anda saat ini
“Jika saya punya waktu satu jam untuk memecahkan masalah, saya akan menghabiskan 55 menit untuk memikirkan masalah itu, dan 5 menit untuk memberikan solusinya”
— Albert Einstein
Mari kita ambil beberapa contoh dari kehidupan kita sehari-hari, dalam hal bisnis dan kesehatan :
- Membangun dan menumbuhkan bisnis akan menghabiskan banyak uang
- Saya tidak punya cukup waktu untuk berolahraga dan menurunkan berat badan saya
- Berhenti dari pekerjaan saya yang membosankan dan memulai hidup baru itu sulit
Saat Anda dihadapkan dengan masalah atau tantangan yang sudah dikenal, cukup tuliskan asumsi Anda saat ini tentang itu.
LANGKAH 2: Memecah masalah menjadi prinsip-prinsip dasarnya
“Penting untuk melihat pengetahuan sebagai semacam pohon. Pastikan Anda memahami prinsip-prinsip dasar, yaitu batang dan cabang besar, sebelum Anda masuk ke daun/detailnya.”
— Elon Musk
Prinsip-prinsip (esensi) dasar ini pada dasarnya adalah kebenaran atau elemen paling dasar dari apa pun.
Cara terbaik untuk mengungkap kebenaran itu adalah dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan secara detil, yang akhirnya mampu mengungkap esensi itu.
Berikut adalah contoh singkat dari Elon Musk pada wawancara dengan Kevin Rose tentang cara kerjanya.
Orang mungkin mengatakan, “Battery pack sangat mahal dan akan selalu seperti itu… Secara historis, harganya $600 per kilowatt jam, dan tidak akan jauh lebih baik dari itu di masa depan.”
Dengan first principle, Anda akan bertanya, “Apa bahan penyusun baterai ? Berapa nilai pasar dari unsur materialnya ?”
Ada kobalt, nikel, aluminium, karbon, beberapa polimer untuk pemisahan, dan segel kaleng. Uraikan itu berdasarkan materi, dan tanyakan, “Jika kita membelinya di London Metal Exchange, berapa harga masing-masing barang itu ?”
Itu sepertinya akan seharga $80 per kilowatt jam.
Jadi jelas Anda hanya perlu memikirkan cara cerdas untuk mengambil bahan-bahan itu, lalu menggabungkannya menjadi bentuk sel baterai, dan Anda dapat memiliki baterai yang jauh lebih murah, daripada yang diketahui oleh siapa pun.”
Itu adalah contoh klasik First Principle Thinking dalam tindakan nyata.
Alih-alih mengikuti keyakinan yang diterima oleh orang banyak, bahwa baterai itu mahal, Om Elon menantang keyakinan itu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengungkap kebenaran, atau elemen dasar, yaitu karbon, nikel, aluminium. Kemudian, ia menciptakan solusi inovatif yang cerdik (secara harfiah) dari awal.
LANGKAH 3: Buat solusi baru dari awal
”Orang yang mengatakan dia tahu apa yang dia pikirkan, tetapi tidak bisa mengungkapkannya, biasanya tidak tahu apa yang dia pikirkan.”
— Mortimer Adler
Setelah Anda mengidentifikasi dan merinci masalah atau asumsi Anda menjadi kebenaran paling mendasar, Anda bisa mulai membuat pemikiran akan solusi-solusi baru dari awal.
Contoh Penerapan
Berikut contoh sehari-hari yang sederhana tentang cara kerja langkah 1 hingga langkah 3.
Asumsi :
Membangun dan menumbuhkan bisnis akan menghabiskan banyak uang.
First principle thinking :
- Apa yang Anda perlukan untuk membangun dan menumbuhkan bisnis yang menguntungkan ?
Saya perlu menjual produk atau layanan kepada lebih banyak pelanggan.
- Apakah harus menghabiskan banyak uang untuk menjual ke pelanggan baru ?
Belum tentu, tetapi saya mungkin memerlukan akses ke pelanggan baru ini dengan biaya murah.
- Siapa yang memiliki akses ini dan bagaimana Anda dapat membuat kesepakatan yang saling menguntungkan ?
Saya kira saya bisa bermitra dengan bisnis lain yang melayani pelanggan yang sama dan membagi keuntungan 50:50.
Asumsi :
Saya tidak punya cukup waktu untuk berolahraga dan menurunkan berat badan saya.
First principle thinking :
- Apa yang benar-benar Anda butuhkan untuk mencapai tujuan penurunan berat badan Anda ?
Saya perlu berolahraga lebih banyak, sebaiknya 5 hari seminggu selama satu jam setiap kali. - Bisakah Anda tetap menurunkan berat badan dengan berolahraga lebih jarang, jika demikian bagaimana caranya ?
Mungkin, saya bisa mencoba latihan 15 menit, 3 hari seminggu.
Saya akan melakukan latihan pada seluruh tubuh dengan intensitas tinggi secara cepat, yang akan mempercepat hilangnya lemak saya dalam waktu yang lebih singkat.
Asumsi :
Berhenti dari pekerjaan saya yang membosankan dan memulai hidup baru itu sulit.
First principle thinking :
- Apa yang benar-benar Anda perlukan untuk berhenti dari pekerjaan sekarang ?
Saya perlu mengidentifikasi apakah saya benar-benar ingin berhenti untuk mengikuti passion saya, dan belajar menjalankan bisnis yang sesuai kemauan saya, untuk mendapatkan penghasilan yang mampu menopang hidup saya. - Bisakah passion saya membayar tagihan-tagihan ini, jika demikian bagaimana caranya ?
Saya akan mulai dengan kerja sampingan sesuai passion sebelum berhenti kerja, membangun relasi, meningkatkan kemampuan bisnis saya, membuat perrencanaan, dan mencari saran dari profesional.
Kesimpulan
Cara berpikir ala jenius dengan First Principle ini bisa Anda terapkan dalam bisnis maupun karir Anda. Bahkan untuk semua aspek kehidupan Anda.
Anda hanya perlu berpikir beda dari kebanyakan orang (atau asumsi yang sudah ada), kemudian lakukan 3 langkah :
- Identifikasi dan tentukan asumsi Anda saat ini
- Pecah masalah menjadi prinsip-prinsip dasarnya
- Buat solusi baru dari awal
Anda mungkin masih perlu mempelajari teknik melakukan pertanyaan seperti : 5 why , metode Cartesian, dan Socratic questioning.
Terimakasih sudah membaca, semoga bermanfaat.