Dalam beberapa bulan terakhir, token non-fungible (NFT) telah menjadi hype, meledak popularitasnya, dan menarik perhatian masyarakat secara luas.
Benda-benda interaktif yang berkisar dari lukisan, musik, makanan hingga kertas toilet ini, bisa terjual seharga jutaan dolar,
NFT adalah artefak digital yang mewakili objek dunia nyata antara lain seperti seni, karya dalam game, lagu, koleksi, dan gambar.
Non-Fungible Token (NFT) yang telah ada sejak 2014 ini, sekarang telah mendapatkan pengakuan dunia, sebagai cara untuk menjual dan membeli karya seni digital.
Properti ini dibeli dan dijual melalui internet, seringkali melalui cryptocurrency.
Terlepas dari apapun tujuan Anda, tulisan ini adalah kompilasi dari berbagai sumber, untuk memudahkan Anda yang baru ingin mengetahui apa itu NFT, hingga Anda yang ingin memahami lebih lanjut tentang NFT dan perkembangan ke depannya.
Dalam tulisan ini, Anda juga akan menemukan perspektif Islam tentang NFT.
Apa Itu NFT?
NFT mengalami peningkatan jumlah utilitas dalam ekonomi web 3.0, dan NFT dipercaya memiliki peran besar dalam perekonomian dunia nantinya.
Contoh NFT yang terkenal adalah token yang mewakili karya seni digital yang unik. Karya seni NFT ini, asal-usulnya dapat dilacak, dan riwayat transaksinya tersedia untuk umum melalui log transaksi online
Penjelasan Paling Mudah NFT
NFT adalah singkatan dari Non-Fungible Token.
Secara terjemahan bahasa, Non-Fungible Token = Token yang tidak sepadan.
Tetapi dalam penggunaan sehari-hari, Non-Fungible Token bisa diartikan sebagai token yang tidak dapat dipertukarkan (bersifat unik dan tidak dapat direplikasi, atau diganti dengan yang lain).
Masih sulit dicerna ?
Mari kita mulai penjelasannya…
Pertama, apa itu TOKEN ?
Saya akan memberi Anda sebuah contoh :
Anda menggambar seekor kucing yang cute dan unik di komputer Anda, anda namai dia CUNIQ-CAT.
Gambar Anda unik !
Tapi apa yang membuat gambar Anda itu unik ?
Yaitu, Anda, sebagai pembuatnya (artist).
Tanggal gambar Anda.
Teknik (alat, media, dan lain-lain) yang Anda gunakan untuk menggambar, dan seterusnya.
Kemudian, untuk melindungi dan mempromosikan gambar Anda tersebut, Anda harus mencatat semua bukti itu ke dalam sebuah buku di internet (mendaftarkannya secara virtual) dan membuat semacam “kartu identitas” dari gambar Anda.
Dan Anda tidak mencatatnya di sembarang buku !
Tapi pada sebuah buku yang disebut “Blockchain”, yang ditulis dengan “tinta tak bisa dihapus”, di mana setiap orang bisa menulis, tetapi tidak ada orang yang bisa menghapus apa pun.
Lalu, supaya dengan mudah bagi Anda untuk menemukan kembali gambar Anda di buku itu, Anda harus menambahkan nomor.
Nah, semua info menggambar Anda di buku itulah yang disebut sebagai TOKEN !
Ketika Anda ingin mengakses gambar Anda yang sudah dicatatkan di blockchain tadi, Anda harus memiliki akses ke TOKEN itu, yang memungkinkan Anda untuk mendapatkan semua info, dan memberi tahu Anda di mana gambar ini ditaruh (biasanya sebagian besar ditaruh di situs web).
Anda sudah jelas dengan TOKEN ?
Mari kita lanjutkan yang kedua, kata “Non-Fungible”.
Fungible = Sepadan.
Non-Fungible = Tidak Sepadan
Kita bahas kata Fungible.
Sesuatu yang fungible bisa dengan mudah diganti untuk hal lain yang identik.
Misalnya, tagihan sebesar Rp 100.000 dapat dengan mudah diganti dengan tagihan sebesar Rp 100.000 lainnya.
Itu adalah 2 lembar uang yang berbeda, tetapi ketika Anda menggunakannya untuk membeli, mereka memiliki nilai yang sama.
Oke ?
Kita lanjut bahas kata Non-Fungible.
Untuk itu, kita balik ke gambar CUNIQ-CAT Anda yang sudah tercatat di blockchain.
Maka.., jika saya ingin melihat gambar CUNIQ-CAT Anda tadi, orang tidak bisa menunjukkan yang lain…
Karena apa ?
Karena gambar Anda itu ”Non-Fungible” (tidak dapat dipertukarkan). Dengan kata lain, gambar Anda itu unik yang tidak dapat digantikan oleh gambar lain.
Kalau di real world, itu sama seperti lukisan Mona Lisa.
Jadi, Non-Fungible Token (NFT) adalah alat untuk menjamin hak milik pribadi dari sebuah karya digital. Anda adalah pemilik gambar yang Anda buat, dan NFT membuktikannya.
Lalu, apa yang harus dilakukan dengan “NFT” ini?
Setelah Anda membuat NFT pertama Anda tadi, Anda dapat menjualnya jika Anda mau !
Penjelasan Lebih Lanjut NFT
NFT dalam bentuknya yang paling sederhana adalah karya seni (atau secara umum adalah aset digital apa pun), yang dilengkapi dengan tanda tangan digital.
Picasso, Renoir, Dali…, semua karya otentik mereka dapat dikaitkan dengan tanda tangan mereka yang asli di kanvas atau di patung mereka. Dengan itu, para ahli bisa memverifikasi apakah lukisan/patung tersebut asli.
Tetapi bagaimana seorang seniman digital dapat menandatangani karyanya jika semuanya dapat disalin dan ditempel di situs mana pun?
Di sinilah peran blockchain.
Blockchain adalah sebuah buku besar digital (digital ledger), yang terdesentralisasi, terdistribusi dan umumnya bersifat publik. Transaksinya dicatat pada banyak komputer, sehingga catatan tersebut tidak mungkin bisa diubah, tanpa mengubah seluruh blok, dan tanpa konsensus dalam jaringan
Blockchain memungkinkan pertukaran data dengan “tanpa kepercayaan”, otoritas yang terdesentralisasi, catatan history dan asal usul, dan aset yang dapat dibuktikan.
Jadi, teknologi blockchain yang terlibat dalam pembuatan tanda tangan digital NFT, melibatkan seluruh jaringan komputer yang membaca dan menyetujui transaksi & data, mencatat bukti siapa yang membuatnya bersama dengan informasi penting lainnya.
NFT umumnya hanya dibuat satu dari satu jenis tertentu, atau setidaknya salah satu dari sebuah proses yang sangat terbatas, dan memiliki kode pengenal yang unik. Yang menjadi penting adalah kelangkaan jumlahnya.
NFT bisa berbeda-beda, yang itu bisa berbentuk seni digital, avatar, koleksi-koleksi kartu, pakaian mode virtual, GIF, skin video game, musik, puisi, tulisan.
Fitur-fitur NFT
NFT memiliki fitur yang berbeda dari koleksi biasa yang mungkin telah ada di dalam ekonomi game selama ini. Beberapa fitur yang paling penting meliputi :
- True Ownership.
Tidak seperti aset atau mata uang virtual yang bisa diambil dari seseorang atas kehendak otoritas pusat (seperti pemilik game), NFT adalah aset aktual yang dimiliki di wallet pemain. - Permanen.
Setelah NFT dicetak, itu akan ada di blockchain selamanya. - Kelangkaan yang bisa dibuktikan.
Karena semua catatan bisa diakses publik, perangkat lunak bisa memeriksa blockchain dan mengonfirmasi berapa banyak item NFT yang ada. Misalnya, jika item itu adalah hanya ada satu dari jenisnya, Anda dapat mengonfirmasinya. Jika berasal dari 100 edisi terbatas, Anda juga dapat mengonfirmasinya. Dengan sistem ini, bahkan tidak ada orang yang perlu Anda percayai. - Asal-usul kepemilikan yang bisa dibuktikan.
Sejarah kepemilikan item NFT dicatat di blockchain. Beberapa item mungkin mempunyai nilai tinggi hanya karena siapa yang memilikinya di masa lalu. Dengan NFT, Anda akan tahu persis siapa yang memilikinya dulu dan sekarang. - Kemampuan untuk diprogram.
Menggunakan teknologi yang disebut “smart contract”, NFT dapat diperlakukan secara khusus, diperdagangkan antar pemain, atau bahkan di “dunia game” lain. - Desentralisasi.
Tidak ada otoritas pusat yang mengontrol ekonomi ini dan memaksakan smart contract. Perekonomian NFT mempertahankan integritasnya dengan cara yang benar-benar trustless (tidak perlu mempercayai siapapun), dan komunitas memiliki kemampuan untuk menambah nilainya menjadi sangat besar bagi ekosistem.
Penggunaan NFT oleh Brand
Sejak tahun 2021, terjadi peningkatan penggunaan NFT yang sangat tajam, oleh seniman yang beragam (komposer, ilustrator, pematung, desainer, dll) , dan juga oleh brand-brand yang mengantisipasi perkembangan metaverse.
Pada Desember 2021 lalu, Nike, kemudian disusul Adidas, telah mengumumkan peluncuran koleksi NFT (dalam akses eksklusif), yang diakses di dunia metaverse, dan bisa dibeli dengan cryptocurrency. Sejumlah brand besar lain seperti Pepsi, Coca Cola, Gucci, Louis Vuitton,McDonald, Warner Bros, NBA juga ikut meluncurkan NFT mereka. Hal ini kemungkinan besar akan segera disusul dengan yang lainnya.
Adidas mengatakan, “Produk fisik terkait, seperti kaus khusus, juga akan tersedia untuk dijual kepada anggota klub terbatas, yang bisa memperoleh NFT ini seharga 0,2 ETH (Etherum, atau hampir 700 euro) per unit.”
NFT tidak selalu dirancang untuk menghasilkan uang
Pada perkembangannya, NFT meluas penggunaannya tidak hanya untuk transaksi jual beli aset digital. Tetapi bisa digunakan juga dimanfaatkan untuk beberapa hal ini :
- Grup supermarket Carrefour menggunakan NFT untuk menjamin keterlacakan produk yang aman dan tidak dapat dipalsukan, seperti ayam dari Auvergne misalnya.
- Aplikasi Ownest.io bisa digunakan untuk melacak kepemilikan pada rantai pasokan (supply chain).
- Di bidang pendidikan, beberapa universitas seperti EM Lyondan beberapa sekolah menengah di Amerika dan Italia, menawarkan untuk mengesahkan ijazah mereka dengan NFT dalam usaha memerangi penipuan ijazah.
Jadi, dengan semua contoh itu, NFT memungkinkan untuk menjamin “transaksi” (tidak harus finansial) antara beberapa entitas, yang tidak selalu saling percaya.
NFT menimbulkan masalah baru
Sama seperti penemuan lain, yang mungkin menimbulkan dampak dua sisi, NFT juga sama. Isu-isu itu adalah terkait :
- Sustainability (keberlanjutan).
- Dampak lingkungan (blockchain sering dikritik karena terlalu boros energi),
- Sangat dekat dengan konten yang tidak dapat ditoleransi.
Ubisoft, penerbit video game yang dengan cepat bereksperimen dengan NFT, sambil memilih untuk mengurangi dampak energinya.
Mereka mengatakan, “Satu transaksi di Bitcoin mewakili konsumsi streaming video selama satu tahun”.
NFT berjalan di atas blockchain, dan menggunakan platform Ethereum sebagai cryptocurrency-ya.
Ethereum, seperti kebanyakan cryptocurrency yang lain (seperti Bitcoin, Litecoin, Cardano, Polkadot, Stellar, Dogecoin, Binance Coin, dll), umumnya dibangun di atas sistem yang disebut “proof of work” yang sangat haus energi.
Proof of work bertindak sebagai semacam sistem keamanan untuk cryptocurrency, karena tidak ada pihak ketiga, seperti bank, yang mengawasi transaksi.
Untuk menjaga keamanan catatan keuangan, sistem memaksa orang untuk memecahkan “teka-teki” kompleks, dengan menggunakan mesin yang menghabiskan energi.
Memecahkan “teka-teki” memungkinkan pengguna, atau “penambang”, menambahkan “blok” baru dari transaksi terverifikasi ke buku besar terdesentralisasi yang disebut blockchain.
Penambang (miner) kemudian mendapatkan token baru atau biaya transaksi sebagai hadiah.
Proses ini sangat boros energi !
Berdasarkan energy comsumption index, satu transaksi tunggal Ethereum, menghabiskan energi listrik sebanyak 255.91 kWh yang setara dengan penggunaan listrik rata-rata rumah tangga di Amerika Serikat selama 8.31 hari, dan jejak karbon 116.81 kgCO2, yang setara dengan jejak karbon 258.891 transaksi VISA atau 19.468 jam menonton Youtube.
Sedangkan dalam setahun, energi yang dihabiskan Ethereum adalah sebesar 108,58 TWh sebanding dengan konsumsi daya listrik negara Belanda, dan jejak karbon yang dihasilkan sebanyak 51,57 Mt CO2 sebanding dengan jejak karbon negara Swedia.
Ghozali Everyday
Awal tahun 2022 ini, masyarakat dibuat heboh pemberitaan Ghozali, yang dikabarkan mendapatkan keuntungan hingga miliaran rupiah dengan menjual NFT nya.
Meskipun dia bukan artis ternama, dan juga dia tidak membuat NFT yang memiliki nilai guna (seperti item pada game). Namun, ia berhasil menarik perhatian banyak orang, sehingga dia menjadi viral dan dibicarakan di berbagai media sosial.
NFT yang dibuat Ghozali adalah foto dirinya yang sudah dikumpulkan sejak usia 18 tahun, dengan maksud awal membuat video animasi. Tapi, kemudian dia memutuskan untuk mengunggah 933 foto selfie dirinya ke itu platform jual-beli NFT, OpenSea.
Awalnya, harga satu foto selfie Ghozali hanya sebesar 0,0001 ETH atau setara dengan Rp45.000. Siapa bisa menyangka bahwa foto yang sudah dikumpulkan sejak 2017 itu akan viral, bahkan volume transaksinya mencapai milyaran Rupiah.
Hingga saat ini (23/01/2022), owners NFT Ghozali ada 507 akun. Harga terendah untuk mengkoleksinya (floor price) adalah 0.17 ETH atau US$ 413.3. Volume traded-nya sudah 384 ETH= US $1,000,387.3897, kalau di rupiahkan menjadi sekitar Rp14 miliar.
Volume traded adalah total transaksi 507 akun tadi, bukan nilai yang diterima Ghozali. Dia menerima keuntungan dari royalti maksimal 10% = Rp1,4 miliar.
Bagaimana itu bisa terjadi ?
Sebetulnya, untuk menilai NFT layak dihargai tinggi atau tidak, paling tidak ada 5 hal yang mempengaruhi : kegunaan, kelangkaan, komunitas yang mendukung, storytelling, dan potensi pertumbuhan di masa datang.
Untuk case Ghozali ini ada beberapa kemungkinan mengapa NFT nya populer dan meledak. Yang pertama pada pada storytelling kelangkaannya, yaitu orang yang sanggup foto selfie terus menerus setiap hari selama 5 tahun. Kedua pada komunitas NFT Indonesia yang mendukungnya menjadi populer, sekaligus memviralkannya.
Dan kemungkinan ketiga, aset NFT Ghozali jadi bahan “gorengan” bandar (mafia). Mereka membuat hype sesaat dengan memberitakannya pada media-media yang dengan cepat menviralkannya, lalu “memompa” (pumping) harga setinggi-tingginya dengan cara jual beli antar mereka sendiri.
Menggoreng dengan cara ini biasa terjadi di semua kelas aset (saham, currency, real estate, dll). Kita telah menyaksikan banyak hype seperti ini, mulai dari batu akik, anthurium, perumahan,…hingga bitcoin.
Karena hype ini, akhirnya orang berbondong-bondong beli.
Terlepas dari semua kemungkinan itu, Ghozali Everyday ini bisa jadi merupakan awal pergeseran dari attention economy menuju ke creator economy, yaitu bagian dari arus pergeseran nilai-nilai, dari generasi millenial ke generasi zillenial, khususnya di Indonesia.
NFT Dalam Perspektif Islam
Sudah menjadi kelaziman, bahwa dalam memandang suatu perkara, bisa saja terjadi ikhtilaf, yaitu perbedaan jalan, perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang yang ditempuh oleh seseorang atau sekelompok orang dengan yang lainnya.
Bagaimana seharusnya Anda akan bersikap ?
Dalam hal ini, kewajiban kita sebagai seorang Muslim adalah mengetahui al-haq (kebenaran), lalu membelanya. Maka apabila terjadi perselisihan dalam suatu masalah, wajib bagi kita untuk mempelajari ilmu syari yang berguna untuk mengetahui yang haq dalam masalah itu, mempelajari dalil-dalilnya serta mengetahui sikap ulama dalam masalah ini, kemudian dia pun mengambil sikap yang jelas dan gamblang dalam masalah ini.
Jika perkara itu masih samar hukumnya (syubhat), apakah itu halal atau haram, maka lebih utama untuk ditinggalkan. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya.
Karena ada beberapa orang yang hanya mengambil pendapat yang mencocoki kemauannya, karena itu mungkin lebih menguntungkan dirinya dalam urusan bisnis atau mendatangkan lebih banyak keuntungan bagi dirinya.
Anda bisa membaca lebih lanjut fikih tentang ikhtilaf itu disini
Halal atau Haramkah Cryptocurrency dan NFT ?
NFT tidak terlepas dari cryptocurrency sebagai alat pembayaran, sehingga pembahasan di topik ini tentu melibatkan pendapat-pendapat tentang halal haram cryptocurrency.
Saya akan mengumpulkan beberapa pendapat dari para ulama dan ahli, orang-orang yang memang mempunyai kompetensi untuk memberikan fatwa, karena keilmuannya.
Pendapat pertama, cryptocurrency tidak memenuhi prinsip-prinsip syariah
Berdasarkan pandangan berbagai akademisi Muslim dan ahli keuangan & perbankan syariah, terdapat beberapa alasan pelarangan tersebut :
- Cryptocurrency tidak memiliki landasan hukum untuk beroperasi .
- Pihak yang mengeluarkan cryptocurrency tidak dikenal/diketahui/tidak jelas.
- Cryptocurrency tidak memiliki kekuatan otoritas / pemerintah yang mendukungnya.
- Pergerakan harga cryptocurrency sangat berfluktuatif sehingga terlihat highly speculative, tidak stabil, tidak terpercaya (untrustworthy dan unreliable).
- Cryptocurrency bisa dengan mudah menciptakan mudarat baru seperti digunakan sebagai pencucian uang (money laundering) dan aktivitas ilegal lainnya.
Sebagai catatan, menurut prinsisp syar’i, suatu instrumen yang akan digunakan harus mampu menghalangi kejahatan/keburukan untuk masuk. Kalau akan menjadi tempat masuk berbagai kejahatan dan kebiasaan buruk (berjudi/rakus/ serakah) itu sebaiknya dihindari.
- Cryptocurrency tidak di back-up oleh aset apapun, jadi sebagian berpendapat seperti itu dibentuk dari sesuatu yang tidak ada.
- Cryptocurrency merupakan subject untuk spekulasi / perjudian. Trading mata uang/ currency tidak dibolehkan.
- Cryptocurrency masuk ke ranah gharar terutama saat diperdagangkan dan maysir.
- Risiko yang bisa di-manage dan ada risiko yang tidak dapat di-manage (excessive risk). Excessive risk itu sama dengan judi. Risiko mengikuti keuntungan, high risk high return.
- Selain itu, untuk menambang crypto, menghabiskan energi yang sangat besar. Hal ini akan merusak lingkungan dan tidak akan sustainable (berkelanjutan) di masa depan.
Di Indonesia, pendapat pertama ini didukung oleh MUI, Muhammadiyah, dan beberapa ulama dan cendekiawan Muslim seperti ustadz Ammi Nur Baits, ustadz Oni Sharoni, ustadz Adiwarman Karim, ustadz Erwandi Tarmizi.
Pendapat kedua, Cryptocurrency dibolehkan dengan kaidah, “Hukum asal menetapkan syarat dalam muamalah adalah halal dan diperbolehkan kecuali ada dalil (yang melarangnya)”
Baca lebih detil tentang kaidah tersebut disini.
Menurut sebagian akademisi Islam dan ahli agama yang mendukung pendapat ini, semua bisa disebut uang apabila memenuhi hal-hal sebagai berikut:
- Dianggap sebagai barang bernilai bagi masyarakat sekitarnya/sekelompok masyarakat.
- Diterima sebagai alat tukar bagi sekelompok masyarakat tertentu.
- Dapat digunakan untuk mengukur suatu nilai.
- Dapat ditempatkan dalam suatu unit rekening
Beberapa fatwa seperti The Fatwa Center of South African Islamic Seminary, Darul Uloom Zakariyya, mendukung bitcoin/cryptocurrency sebagai bentuk mata uang/harta, sehingga boleh diperdagangkan.
Berbagai studi salah satunya dilakukan oleh Muhammad Abu-Bakar dari Blossom Finance berfokus pada Bitcoin dan cryptocurrency lainnya menyatakan kesesuaiannya dengan definisi uang dalam hukum syariah. Studi ini merekomendasikan bahwa bitcoin sesuai dengan prinsip syariah.
Di Indonesia, pendapat kedua ini didukung oleh ustadz Ad Dariny di halaman facebook nya.
Penjualan NFT menurut syariah
Ini adalah pendapat dari mufti Faraz Adam, seorang konsultan Fintech & Keuangan Islam yang berbasis di Inggris dan mengepalai firma penasihat syariah Global Amanah Advisors.
Jika kita menyederhanakan penjualan NFT menjadi dua skenario umum, maka dalam tinjauan syariah :
- Penjualan semua hak aset yang mendasari, termasuk hak kepatutan, hak cipta, dan hak pelepasan, hak kepemilikan dan hak ekonomi dari NFT itu sendiri.
Dalam tinjauan syariah, pertimbangannya akan tergantung pada apa yang sebenarnya dijual. Selama apa yang diwakili oleh NFT adalah halal dan sah, maka penjualan NFT yang menggabungkan semua hak di atas, akan menjadi penjualan aset yang khas, berupa aset digital. Ini akan dianggap sebagai penjualan properti (al-mal*), karena pembeli menerima semua hak yang terkait dengan aset digital.
- Penjualan beberapa hak yang terkait dengan aset dasar tetapi bukan hak kepemilikan dan hak cipta.
Dari perspektif syariah, ini termasuk dalam penjualan hak.
Token itu sendiri tidak lebih dari sertifikat dan “kertas” yang menunjukkan hak. Selama NFT itu halal dan haknya halal dan dapat diterima dalam syariah, maka penjualan ini juga bisa sah.
Para fuqaha jaman dulu mengijinkan penjualan hak yang merupakan bagian (tabi’) dari suatu aset. Mereka mencontohkan hak jalan (Haqq al-Murur) di jalan yang akan dijual orang bersama dengan jalan dan tanah.
Jadi, ketika NFT mengalihkan beberapa hak saja seperti hak akses eksklusif dan hak penggunaan pribadi, hal itu serupa dengan penjualan hak melintas. Bahkan, mereka kemudian secara eksplisit mengijinkan penjualan hak secara mandiri, karena menjadi norma dan praktik adat yang diterima, yang kemudian diakui secara legal dan sistematis.
Catatan :
Meskipun hal di atas membahas sifat NFT dari perspektif syariah, perlu disebutkan bahwa NFT harus menjadi sesuatu yang bernilai dan memiliki kegunaan untuk dapat diterima dalam syariah.
Menjual barang rongsokan dan membeli aset rongsokan yang tidak memiliki kegunaan tidak dapat diterima dalam syariah.
Inti dari sebuah transaksi adalah al-mal*, yang berarti kecenderungan dan cita-cita manusia sebagai sesuatu yang memberikan manfaat yang hakiki dan wajar bagi manusia.
*Al-mal adalah sesuatu yang dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan.
Topik tentang Blockchain, cryptocurrency, NFT akan terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi, regulasi, dan faktor tren lain. Maka tulisan ini bisa jadi akan menjadi kurang relevan di masa mendatang, dan membutuhkan update secara terus menerus.
Semoga bermanfaat.
Sumber dan Referensi:
- NORBr on LinkedIn: #PayDecoding by NORBr: NFT for Kids and specialists
- The Anatomy of NFTs from a Shariah Perspective – Amanah Advisors
- Bagaimana Hukum Syariah Berinvestasi di Cryptocurrency?
- Bitcoin itu Dilarang – Koreksi Artikel Bitcoin | Konsultasi Agama dan Tanya Jawab Pendidikan Islam
- Hukum Bertransaksi Menggunakan Mata Uang Kripto (Cryptocurrency)
- Sikap Seorang Muslim Terhadap Perselisihan | Almanhaj
- Kaidah Ke-50 : Hukum Asal Mu’âmalah Adalah Halal Kecuali Ada Dalil Yang Melarangnya | Almanhaj