Pada generasi di mana semua orang terhubung lewat internet, informasi mengalir deras sekali. Opini publik pun gampang dibentuk. Tidak cuma politisi atau pejabat yang punya kuasa untuk mempengaruhi orang, influencer juga punya peran besar. Bahkan, orang awam pun bisa kena imbasnya.
Influencer yang tadinya kamu anggap panutan, ternyata bisa saja “terbeli”. Demi cuan, mereka rela jual integritasnya. Mirisnya lagi, banyak netizen yang nge-fans sama mereka, jadi ikut-ikutan tanpa mikir panjang. Mereka terbuai sama ilusi “deket” sama idolanya, jadi gampang sekali kena pengaruh, meskipun opini yang dikasih nggak sesuai fakta atau logika.
Mengapa orang bisa terbeli?
Alasannya macem-macem. Ada yang butuh duit, ada yang ambisius pengen terkenal, ada juga yang takut kehilangan “privilege”. Ada juga yang kena tekanan atau ancaman, jadi merasa nggak punya pilihan lain. Bahkan, ada yang kena tipu sama janji-janji manis atau manipulasi.
Mereka yang “terbeli” ini jadi kayak boneka yang digerakkan untuk tujuan tertentu. Omongan mereka sudah seperti template, penuh logical fallacy, dan diatur sedemikian rupa biar bisa membentuk opini publik.
Parahnya lagi, mereka yang “terbeli” ini seringkali tidak peduli sama kebenaran. Duit jadi dewa buat mereka, mengalahkan integritas dan prinsip moral. Omongan mereka juga sering beda sama kelakuannya, yang penting dapet duit, cara apapun halal buat mereka.
Ini menjadi pengingat, bahwa kekuasaan dan uang bisa merusak siapa saja, tanpa pandang bulu.
Sebagai masyarakat, kita perlu meningkatkan kewaspadaan dan kemampuan berpikir kritis.
Jangan mudah terpengaruh oleh narasi yang dibangun oleh pihak-pihak tertentu, termasuk influencer.
Junjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan integritasmu, agar tidak terjebak dalam permainan kotor kekuasaan.