Ketika Anda sudah bertahun-tahun ngerjain satu perusahaan, tetapi belum membuat banyak kemajuan, kemungkinan besar ada yang tidak beres. Mungkin Anda tidak sedang membangun bisnis, tapi sedang cosplay jadi pengusaha, jadi founder, atau apapun Anda menyebutnya.
Saya pernah berbicara di sebuah acara kewirausahaan lokal, dan di sana saya bertemu banyak founder muda yang ambisius. Salah satunya, seorang pengusaha muda, sangat bersemangat membagikan visinya.
Dia punya logo yang menarik, hoodie bermerek, dan tumpukan kartu nama dengan gelar “CEO/Founder”.
Tapi, saat saya mendengarkan dia bercerita tentang rencana pertumbuhan di media sosial, kompetisi pitching, dan koneksinya di LinkedIn, saya menyadari satu hal: dia tidak sedang membicarakan bisnisnya, dia lebih fokus pada citranya sebagai pengusaha.
Dia telah menghabiskan banyak waktu untuk terlihat seperti founder. Tetapi apa yang sedang dia lakukan untuk membangun bisnisnya? Apakah dia sudah menjual produk, membangun sesuatu, atau mendapatkan pelanggan? Tidak ada satu pun dari itu yang dia sebutkan.
Saya merasa dia masih terjebak pada suatu tahap, di mana dia lebih tertarik pada penampilan daripada substansi.
Apa Perbedaan Antara Cosplay Jadi Pengusaha dan Membangun Bisnis?
Entrepreneurship saat ini seolah menjadi jalan karier yang super keren. Banyak orang terpikat oleh kebebasan dan potensi keuntungan yang ditawarkannya. Sayangnya, banyak yang terjebak dalam ilusi ini, dan lupa bahwa menjadi pengusaha sesungguhnya, lebih kompleks dari sekadar penampilan.
Orang yang cosplay pengusaha, akan fokus pada hal-hal permukaan yang tidak memerlukan komitmen mendalam. Membuat situs web, kartu nama, atau presentasi yang menarik mungkin terlihat bagus, tetapi semua itu hanyalah properti dalam sebuah drama kewirausahaan.
Tapi semua hal itu tidak cukup untuk menumbuhkan bisnis yang sebenarnya.
Entrepreneurship yang sejati adalah tentang menciptakan value. Ini berarti Anda harus membangun sesuatu yang mampu menyelesaikan masalah nyata.
Jika Anda fokus pada menciptakan value, maka logo atau gelar pekerjaan tidaklah penting. Bisnis Anda akan berbicara melalui value yang diciptakannya, dan juga dari pelanggan yang didapatkan.
Baca juga tentang Ciri Perbedaan Pedagang dan Pengusaha.
Ciri Cosplay Pengusaha Terlihat dalam 5 Detik Pertama Pitch
Saat saya berbincang dengan para pengusaha muda di kampus, ada beberapa orang yang tampak sangat bersemangat. Tapi, begitu mereka memulai pitch-nya dengan, “Kami sedang membangun…”, saya langsung tahu dia terjebak dalam pola pikir yang keliru.
Bahkan, di beberapa acara startup, lanyard mereka tertulis “Builder”.
Anda mungkin berpikir, “ah itu cuma tentang istilah atau penyebutan, yang penting kan esensi-nya”. Maka, Anda sudah terbingkai dalam pola pikir itu. Dan pola pikir itu akan menentukan tindakan-tindakan Anda selanjutnya.
Faktanya, menjadi pengusaha bukan soal membangun produk. Ini soal menyelesaikan masalah.
Kalau Anda memulai pitch dengan menjelaskan apa yang Anda buat, bukan masalah yang Anda pecahkan, berarti Anda sudah meleset dari inti kewirausahaan.
Banyak founder terjebak dalam detail produknya. Padahal, pelanggan tidak peduli soal itu. Mereka hanya ingin tahu, apa manfaatnya bagi mereka? Apa yang Anda selesaikan?
Saat pengusaha memulai dengan, “Kami sedang membangun…”, itu tanda bahwa mereka belum benar-benar memahami kebutuhan pelanggan.
Solusinya sebenarnya sederhana: ubah cara Anda membicarakan startup Anda. Jangan mulai dengan produk. Mulailah dengan orang-orang yang Anda bantu dan dampak yang bisa Anda berikan.
Contohnya, daripada berkata, “Kami sedang membangun platform yang menghubungkan A dengan B,” katakanlah, “Saat ini, orang yang melakukan A kesulitan dengan B karena C. Ini adalah masalah besar yang menyita waktu dan uang mereka.”
Dengan begitu, Anda menempatkan masalah di pusat percakapan.
Menghindari Jebakan Berbicara Tentang Produk
Banyak pengusaha terjebak dalam pola pikir berbicara tentang produk mereka, karena mereka adalah builder. Mereka sangat bersemangat tentang produk sehingga lupa bahwa pelanggan tidak tertarik pada produk itu sendiri. Pelanggan lebih tertarik pada bagaimana produk tersebut bisa menyelesaikan masalah yang mereka hadapi.
Startup yang sukses tidak dimulai dengan produk, mereka dimulai dengan pemahaman mendalam tentang masalah. Mereka berfokus pada kehidupan pelanggan, dan mencari tahu apa yang mereka butuhkan.
Kewirausahaan bukan tentang membangun, tetapi tentang mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah.
Bisnis Yang Tidak Punya Value
Adakah bisnis yang tidak menyelesaikan masalah apa pun, dan bahkan tidak memberi value, tapi tetap bisa menguntungkan?
Dalam beberapa kasus, bisnis seperti ini ada, seperti:
- Bisnis gimmick yang mengandalkan tren sementara, seperti pernak-pernik K-Pop atau pernak-pernik unik lainnya, bisa mendatangkan keuntungan besar selama trennya bertahan.
- Bisnis yang menjual ilusi value, dengan didorong oleh strategi pemasaran yang kuat.
Contohnya ada di industri kecantikan: krim wajah mahal yang dijanjikan bisa “menghapus 10 tahun usia” dalam sekejap. Harganya selangit, dikemas mewah, dan iklannya dibintangi selebritas terkenal. Tapi, kalau dipelajari kandungannya, tak jauh beda dengan pelembap biasa. Apa yang dijual sebenarnya bukan hasil instan, tapi ilusi eksklusivitas dan harapan konsumen. Strategi marketing kuat yang memikat hati, padahal efeknya bisa jadi setara dengan produk biasa yang jauh lebih murah. - Bisnis yang memanfaatkan kurangnya informasi konsumen, atau bahkan monopolistik, di mana pelanggan terpaksa memilih itu karena tidak ada pilihan lain.
Contohnya bisa kita lihat di beberapa penyedia layanan internet di daerah terpencil. Mereka kadang menawarkan paket internet dengan harga tinggi dan kecepatan yang jauh dari harapan. Pelanggan di daerah itu terpaksa memilih, karena memang tidak ada alternatif lain. Informasi soal kualitas layanan pun sering minim, klaim “kecepatan tinggi” yang terpampang di iklan ternyata hanya manis di kata-kata. Dalam situasi ini, perusahaan bisa terus berjalan meski value nyata yang diberikan tidak sepadan.
Tapi, umumnya bisnis dengan model seperti ini tidak akan bertahan lama. Ketika konsumen sadar atau jenuh, bisnis yang “kosong” akan sulit bertahan.
Baca juga: Membangun Bisnis Digital Bukan Startup
Takeaways
Kesuksesan bisnis dicapai dari seberapa baik Anda bisa menyelesaikan masalah bagi orang-orang yang bersedia membayar solusinya.
Ketika Anda memahami masalah dengan baik, Anda bisa menciptakan solusi yang memenuhi kebutuhan pelanggan. Dengan demikian, Anda tidak hanya sekadar membangun, tetapi menciptakan sesuatu yang memiliki value.
Jadi, sebelum Anda melanjutkan dengan kartu nama baru atau menyempurnakan profil LinkedIn, tanyakan pada diri sendiri: Apakah saya membangun bisnis? Atau hanya cosplay jadi pengusaha?
Ingatlah, kewirausahaan bukan tentang gelar, kartu nama, atau bahkan acara networking. Ini tentang menyelesaikan masalah nyata dan membangun sesuatu yang berarti.
Terimakasih sudah membaca, semoga bermanfaat.