Dalam Islam,
hakikat rezeki tidak hanya berwujud harta atau materi.
Tetapi, rezeki bersifat lebih umum dari itu.
Semua kebaikan dan maslahat yang dinikmati manusia, terhitung sebagai rezeki.
Hilangnya was-was dan kepenatan pikiran, selamat dari kecelakaan, atau sembuh dari penyakit, adalah contoh kongkret dari rezeki.
Coba bayangkan,
Anda punya banyak uang, tapi pikiran selalu was-was yang tak tahu sebabnya.
Atau, seorang yang bergelimang kemewahan, tapi sakit-sakitan, lalu uangnya habis dalam usaha menyembuhkan sakitnya.
Rezeki dari Allah terlimpah kepada SEMUA makhluk hidup.
Limpahan karunia itu adalah cerminan rahmat dan kemurahanNya.
Porsi rezeki masing-masing manusia ditentukan ketika manusia itu masih berupa janin 4 bulan, dan Allah tidak menjelaskan secara detail karena itu mengandung hikmah.
Ketika manusia mendapatkan rezeki berupa harta dalam jumlah banyak, bukan berarti Allah lebih sayang kepadanya. Juga sebaliknya, ketika manusia dalam kesempitan harta, bukan berarti Allah tidak sayang padanya.
Tidak ada seorang manusia pun yang mengetahui perolehan rezeki yang akan ia peroleh pada setiap harinya, ataupun selama hidupnya.
Rezeki kita sudah diatur dan sudah ditentukan. Kita tetap berikhtiar. Namun tetap ketentuan rezeki kita sudah ada yang mengatur. Jadi, tak perlu khawatir akan rezeki.
Menjemput rezeki harus dilakukan dengan halal agar mendapatkan keberkahan.
Rezeki yang didapatkan tidak dengan cara halal, akan berpengaruh pada hidup Anda sekarang, dan juga pada anak-anak Anda.
Anak yang berjiwa suci dan berkepribadian luhur, itu karena mendapatkan asupan gizi dari makanan halal.
Rezeki yang halal, akan menghadirkan karunia lain, yang tidak bisa terpantau oleh indera ataupun dihitung dengan materi.
Itulah berkah.