Riba, Utang, dan CBDC: Krisis Finansial yang Sudah di Depan Mata.
Apa jadinya jika masa depan kita dikendalikan bukan oleh akal, tapi oleh sistem utang digital?


Pernahkah Anda merasa dunia ini berjalan dengan kecepatan gila, tapi tanpa arah yang jelas? Kita sibuk bekerja, menabung, dan berinvestasi—tapi tetap dihantui rasa tidak aman soal uang.

Kenapa harga naik terus? Kenapa gaji terasa makin kecil? Kenapa utang selalu terasa terlalu dekat, padahal gaji sudah dipakai semua?

Tunggu sebentar. Mungkin jawabannya bukan karena kita boros. Tapi karena sistem yang kita percaya, ternyata dibangun di atas utang, bunga, dan janji digital yang bisa meledak kapan saja.

Tulisan ini bukan untuk menakut-nakuti Anda. Tapi untuk membuka mata.

Dunia yang Dibangun di Atas Utang

Dunia ini memang unik. Kita suka sekali hidup dalam hutang. Tidak hanya individu, bahkan negara-negara besar pun hidup dari utang.

Begitulah gaya hidup modern: maju dengan uang yang sebenarnya tak ada. Sistem keuangan global sangat bergantung pada utang melalui mekanisme fractional reserve banking.

Dalam sistem ini, bank meminjamkan uang jauh lebih banyak daripada cadangan yang mereka miliki, menciptakan uang yang sejatinya tidak nyata. Mekanisme ini ibarat sulap: uang muncul begitu saja dari udara. Asal semua percaya, permainan ini akan terus berjalan.

Fractional Reserve Banking

Baca juga: Fakta Gelap Tentang Uang Yang (Mungkin) Anda Belum Pernah Tahu

Anda ingat 2008?
Saat itu, sebuah rumah kecil di Florida Amerika yang gagal bayar cicilan bisa bikin bank sebesar Lehman Brothers ambruk. Ini bukan cerita dongeng. Ini nyata seperti domino jatuh beruntun. Utang memang seperti ombak: tenang di permukaan, tapi dalamnya penuh risiko.

Nouriel Roubini, ekonom yang dijuluki ‘Dr. Doom’ karena prediksi akuratnya soal krisis 2008, pernah bilang, dunia sedang tenggelam dalam utang.

Ray Dalio, pendiri Bridgewater Associates—hedge fund terbesar di dunia dan penulis buku terkenal ‘Principles for Navigating Big Debt Crises’, (dan yang sekarang jadi dewan penasihat BPI Danantara) —pun sepakat, dunia ini seperti sedang naik sepeda—asal terus mengayuh (berutang), aman. Berhenti sejenak, jatuh keras.

IMF pun tak bosan mengingatkan bahwa utang global sekarang sudah tembus rekor tertinggi. Artinya, dunia sedang main sepeda di atas tali tipis.

Sistem Riba vs Prinsip Syariah

Apa jadinya jika sebuah sistem ekonomi dibangun di atas janji pengembalian, tanpa kejelasan keadilan?

Ada satu hal yang jarang dibahas serius: RIBA. Orang awam (bahkan yang muslim), skeptis dengan pembahasan ini.

Dalam Islam, riba dianggap seperti racun ekonomi yang perlahan membunuh keadilan sosial. Riba, atau bunga, dilarang dalam Islam karena itu eksploitatif dan bertentangan dengan prinsip keadilan serta berbagi risiko.

Dalam sistem keuangan konvensional, bunga adalah motor penggerak investasi dan pertumbuhan ekonomi. Namun, keuangan Islam memilih alternatif seperti mudarabah (kemitraan berbagi keuntungan) dan musharakah (kemitraan ekuitas) sebagai penggantinya. Itu lebih dari sekadar istilah Arab, ini adalah cermin dari sistem yang lebih adil dan lebih manusiawi.

Hutang Riba

Imran Nazar Hosein, cendekiawan Islam yang dikenal lantang mengkritik sistem moneter modern, menyebut riba “kejahatan ekonomi terbesar” saat ini. Kenapa? Karena dengan bunga, yang kaya makin kaya tanpa kerja keras, yang miskin makin terjerat dalam utang yang tak berujung.

Thomas Piketty, ekonom Prancis penulis ‘Capital in the Twenty-First Century’ yang mengguncang dunia dengan data ketimpangannya, pun sependapat, walau tidak menyebut riba. Katanya, keuntungan modal seperti bunga yang melebihi pertumbuhan ekonomi, menciptakan ketimpangan makin lebar. Intinya sama: riba atau bunga menjadi mesin pembuat kesenjangan.

Ketidakpastian Ekonomi dan Strategi Bertahan

Di tengah dunia yang serba cepat dan penuh sinyal kontradiktif, kita sering bingung: harus menabung atau membelanjakan? Investasi di properti atau kripto? Bertahan atau menyerang? Tak ada jawaban mutlak.

Tapi satu hal pasti: ketidakpastian bukan alasan untuk menyerah, justru jadi panggilan untuk bersiap.

Ramalan krisis ekonomi 2030

Sekarang muncul lagi ramalan: Krisis besar bakal datang di 2030.
Seperti ramalan kiamat, tahun itu diprediksi bakal jadi titik balik ekonomi dunia.

Tapi benarkah begitu?
IMF dan Bank Dunia masih hati-hati bicara soal ini. JP Morgan malah lebih dekat, menyebut 2025 sekarang ini lebih berbahaya.

Tapi ini seperti memprediksi gempa: tahu pasti bakal datang, cuma tak tahu kapan persisnya.

Di tengah kebingungan itu, muncul ide agar kita selamat dengan aset nyata.

Warren Buffett, investor legendaris dan CEO Berkshire Hathaway, bilang, “Investasilah di bisnis produktif, bukan sekadar kertas atau angka digital.”

Peter Schiff, analis ekonomi dan pendiri Euro Pacific Capital, percaya emas adalah pelindung sejati saat dunia kacau.

Tapi hati-hati, semua aset punya risiko.
Emas juga pernah anjlok. Properti yang katanya aman pun bisa kolaps, seperti saat krisis 2008.

Teknologi yang Menjanjikan dan Mengancam

Teknologi selalu datang membawa dua wajah: satu menjanjikan kenyamanan, satu lagi menyembunyikan pengendalian. Di sisi lain, kita tergoda oleh efisiensi, kecepatan, dan kemudahan.

Muncul bintang baru: CBDC, uang digital yang diterbitkan bank sentral.
Sekilas, CBDC keren karena mudah dipakai dan efisien. Tapi ada cerita seram di baliknya.

Agustín Carstens, General Manager Bank for International Settlements (BIS), terang-terangan bilang, CBDC bisa membuat bank sentral punya kontrol penuh atas hidup kita.

Edward Snowden, whistleblower NSA yang kini menjadi pengkritik pengawasan digital global, bahkan menyebut CBDC “mata uang kripto-fasis”, alat sempurna untuk kontrol total.

Utang Sebagai Alat Kendali

Utang tidak pernah netral. Ia bisa jadi alat bantu, tapi bisa juga jadi borgol halus yang tak terlihat. Dalam sejarah manusia, utang bukan sekadar transaksi ekonomi, tapi juga senjata politik, alat kolonialisme, bahkan teknik penjinakan sosial.

Melepaskan belenggu hutang

Bayangkan seorang petani kecil yang meminjam uang untuk pupuk. Jika gagal panen, ia tak hanya kehilangan panennya, tapi juga tanah, martabat, dan masa depan anak-anaknya. Skema ini diperbesar secara sistemik dalam lingkup negara: dari IMF ke negara berkembang, dari bank ke rumah tangga.

Karl Marx dalam Das Kapital sudah menyinggung utang sebagai bentuk penindasan modern. David Graeber, antropolog yang menulis Debt: The First 5,000 Years, menguraikan dengan jernih: utang lebih tua dari uang itu sendiri.

Dan dari dulu hingga sekarang, utang adalah cara paling elegan untuk membuat seseorang patuh tanpa cambuk.

Sistem kita hari ini masih menjalankan pola lama itu—dalam kemasan digital, lewat bunga kartu kredit, cicilan paylater, hingga bailout bank besar. Yang berubah hanya tampilan layar dan branding aplikasinya. Tapi esensinya tetap sama: kendali lewat kewajiban membayar.

Tapi apakah ini artinya sistem utang harus dihancurkan? Tidak juga.
Sistem ini jugalah yang membuat ekonomi tumbuh, membuka lapangan kerja, dan menciptakan kemajuan.

Mungkin solusinya bukan menghancurkan, tapi mereformasi dengan aturan lebih ketat dan adil.

Literasi sebagai Perlindungan Sosial

Semakin canggih teknologi finansial, semakin berlapis pula jebakan bagi yang tak paham cara kerjanya. Dunia keuangan hari ini bukan lagi soal lembaran uang di dompet, tapi angka di layar—yang bisa lenyap hanya karena satu klik, atau bertambah karena satu kesepakatan yang kita tak benar-benar mengerti.

Belajar keuangan itu wajib

Literasi keuangan bukan lagi pilihan.

Ia sudah menjadi semacam vaksin sosial—melindungi kita dari infeksi utang, virus penipuan, dan pandemi konsumtif. Sayangnya, banyak orang lulus sekolah tanpa tahu apa itu bunga majemuk, apa bedanya aset dan liabilitas, atau bagaimana mengatur arus kas pribadi. Banyak yang tak paham bagaimana kartu kredit, bunga pinjaman, atau bahkan inflasi bekerja.

Jadi, akar masalahnya sebenarnya sederhana: literasi keuangan kita terlalu rendah.

OECD bilang, literasi keuangan adalah keterampilan hidup yang krusial.

Robert Shiller, ekonom peraih Nobel dan penulis ‘Finance and the Good Society‘, mengingatkan, tanpa literasi ini, masyarakat selalu rentan terjebak.

Kita harus sadar, utang memang seperti api: bisa memasak nasi, bisa juga membakar rumah. Penting untuk tahu cara memegangnya.

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Kita sering menunggu solusi dari atas: dari pemerintah, dari bank, dari pakar ekonomi yang bicara di layar kaca. Padahal, perubahan besar justru sering dimulai dari bawah—dari dapur, dari dompet, dari kebiasaan kita sehari-hari.

Tidak ada sistem yang benar-benar aman. Tapi ada individu yang bisa jadi lebih tahan banting. Dan itulah tugas kita sekarang: memperkuat diri di tengah dunia yang rapuh.

Lalu apa yang bisa kita lakukan sekarang?

Pertama, mari mulai dari diri sendiri. Pelajari sungguh-sungguh soal keuangan, utang, investasi, dan risiko.

Kedua, hindari utang konsumtif yang bikin hidup jadi budak tagihan.

Ketiga, investasikan uang dengan bijak, misalnya dalam bisnis produktif atau aset riil seperti tanah dan emas.

Keempat, mari kita dorong perubahan dalam sistem pendidikan agar literasi keuangan jadi mata pelajaran wajib.

Kebiasaan finansial baru

Karena masa depan tidak datang tiba-tiba. Ia datang karena keputusan-keputusan kecil yang kita buat hari ini.

Mungkin bukan kita yang bisa langsung mengubah sistem. Tapi kita bisa mengubah cara kita meresponsnya.

Dengan pengetahuan, kita melawan kebodohan. Dengan kesadaran, kita cegah jebakan yang sama terulang. Dan dengan keberanian untuk memilih jalan yang berbeda, kita bisa menyelamatkan lebih dari sekadar dompet—kita bisa menyelamatkan arah hidup.

Karena sistem boleh rapuh, tapi kita tidak harus ikut runtuh.

Terimakasih sudah membaca, semoga bermanfaat.


Key Citations:



Free 3 Kunci Miliarder Sukses



Konten iklan ini dipilihkan oleh Google sesuai kebiasaan Anda akses informasi
0 Shares:
You May Also Like
Pikiran bawah sadar
Read More

Rahasia Pikiran Bawah Sadar Anda

Pikiran bawah sadar memegang peran penting bagi kehidupan Anda. Semua memori, nilai-nilai hidup Anda, keyakinan kebenaran Anda, kepribadian, program-program, tersimpan dengan baik di bawah sadar. Bahkan semua informasi yang masuk tanpa sepengetahuan pikiran sadar kita pun ia simpan
Read More