“Time waits for no one.”
– Folklore
Sang waktu akan terus berjalan, tidak menunggu siapapun.
Waktu tidak berpihak pada siapapun. Waktu adalah sang penakluk semua kekuasaan, kekuatan, dan kejayaan di seluruh jagat raya ini.
Kita semua diberikan waktu yang sama tanpa harus membayar, tetapi waktu juga bisa terambil dengan begitu mudah. Kita tidak bisa mempertahankan waktu, namun kita bisa menghargai setiap saatnya. Kita tidak bisa memperbanyak waktu, tapi kita bisa mengoptimalkannya.
Cara kita dalam menggunakan waktu menentukan siapa diri kita
Kemana Waktu Anda Dihabiskan ?
Dalam sebuah infographic “Your Life In Number”, orang rata-rata memiliki 28.835 hari dalam hidupnya, atau 79 tahun. Menariknya, menurut sang penulis itu, secara statistik, distribusi penggunaan waktu kita adalah seperti ini :
- Kita menghabiskan 33 tahun di tempat tidur, 7 tahun diantaranya dihabiskan berusaha untuk tidur.
- Waktu kita habis untuk olahraga 1 tahun dan 4 bulan.
- 13 tahun dan 2 bulan pada urusan pekerjaan.
- 8 tahun dan 4 bulan menonton TV.
- 3 tahun habis di sosial media
- 4 tahun dan 6 bulan untuk makan.
- 1 tahun dan 3 hari digunakan untuk bersosialisasi.
- 115 hari tertawa.
- 235 hari untuk mengantri.
Angka-angka itu (terlepas dari standar deviasi), sedikit banyak bisa menunjukkan kepada kita, kemana perginya waktu kita. Kita mungkin berpikir bahwa kita sudah menggunakan waktu dengan baik, namun kita sesungguhnya tidak tahu dengan pasti bagaimana waktu itu kita gunakan.
Ternyata kita menghabiskan waktu dalam jumlah cukup signifikan pada hal-hal yang kita anggap kurang penting. Tetapi anehnya, kita sering mengatakan kalau kita tidak punya waktu. Kita belum cukup pintar dalam menginvestasikan waktu.
Penebang Pohon Yang Tidak Punya Waktu
Being busy does not always mean real work. The object of all work is production or accomplishment and to either of these ends, there must be forethought, system, planning, intelligence, and honest purpose, as well as perspiration. Seeming to do is not doing.
— Thomas A. Edison
Orang yang sibuk entah oleh apa, selalu bilang tidak punya waktu, dan mereka akan terus terjebak dalam lingkaran itu.
Cerita ini mungkin sudah sering Anda dengar, tapi saya akan mengulangnya supaya Anda tidak lupa esensinya.
Alkisah ada dua orang penebang kayu, Amir dan Amat, mereka berteman baik. Keduanya bekerja dengan keras demi menghidupi keluarganya. Setiap pagi mereka pergi ke hutan untuk menebang pohon.
Amir dengan penuh semangat menebang pohon-pohon itu dari waktu pagi hingga sore hari, dan seringkali hanya beristirahat sebentar untuk makan dan minum saja.
Temannya, si Amat melakukan hal yang berbeda. Sebelum menebang, ia memulai harinya dengan memilih dan menandai pohon-pohon mana yang sekiranya harga jualnya lebih tinggi. Setiap kali pula, Amat menghilang 30 – 60 menit sebelum balik menebang pohonnya.
Hari demi hari pun berlalu. Mereka menghasilkan tebangan pohon yang sama banyak pada awalnya, dan anehnya, pohon Amat selalu dihargai lebih mahal oleh pembeli. Hal ini membuat Amir terheran-heran.
Setelah sebulan berlalu, jumlah pohon yang ditebang Amir semakin menurun jumlahnya, dan dia tidak bisa mengejar jumlah pohon yang bisa Amat tebang. Sedangkan Amat terus konsisten, dan pohonnya tetap selalu dibayar lebih tinggi dari Amir.
Amir melihat hal ini dengan heran. Mengapa Amat bekerja tidak sekeras saya, tapi hasilnya selalu bagus ? Mengapa dia dibayar lebih tinggi ? Mengapa juga semakin hari hasilnya bertambah baik ?
Mengapa aku malah semakin capek dan tidak mendapatkan hasil sebaik dia ? Padahal aku sudah bekerja dengan ekstra keras dan lembur waktu, tetap saja tidak bisa mengejar ketinggalannya.
Semakin hari, tubuh Amir semakin kelelahan dan tidak ada waktu yang cukup untuk istirahat. Sementara Amat selalu terlihat segar dan bugar.
Hingga akhirnya Amir tidak tahan, lalu bertanya kepada Amat, mengapa dia seperti terlihat santai, tapi hasilnya bagus, kemana saja Amat menghilang setiap beberapa menit ?
Amat menjawab, “Aku menghilang untuk mengasah kapak supaya selalu mudah digunakan untuk menebang pohon. Apa kamu tidak mengasah kapakmu juga ?”
Amir, dengan wajah kaget, menjawab, ”Mana ada waktu Mat ! Gitu aja hasilku tidak sebanyak kamu”
”Kamu mau kerja semakin berat dan makin capek ?”
Amir, garuk-garuk kepalanya yang nggak gatal, ”Ya nggaklah Mat”
“Kalau begitu, mari kita asah kapak sama-sama !”
Dari kisah ini kita bisa tahu, bahwa seringkali orang tidak menyadari bahwa mengasah diri adalah hal yang sangat penting. Mereka selalu masuk ke dalam lingkaran kesibukan yang tidak pernah ada habisnya…, dan selalu punya banyak alasan tidak ada waktu. Saya sibuk, saya tidak ada waktu !
Jika seseorang begitu sibuk hingga tidak ada waktu untuk mengasah dirinya menjadi lebih tajam, sebagai akibatnya ia akan bekerja semakin keras, semakin lelah, dan semakin tidak ada waktu untuk dirinya, keluarganya, bahkan tidak memperhatikan kesehatannya.
Sebaliknya, dengan mengasah diri, kita akan mampu bekerja lebih produktif, mampu menghasilkan lebih banyak dengan waktu yang lebih efisien, karena kita menjadi semakin tajam dan cerdas. Kita juga akan punya waktu untuk istirahat memulihkan diri, untuk keluarga, juga menjaga kesehatan.
Semoga bermanfaat !