Temuan-temuan dari para arkeolog modern mengkonfirmasi tentang adanya kisah Fir’aun yang diceritakan dalam Al-Qur’an.
Mumi yang ada di Mesir baru ditemukan sekitar tahun 1898, Sedangkan cerita tentang Fir’aun telah disebutkan dalam al-Qur’an jauh sebelum itu.
Maurice Bucaille seorang egyptologis, dalam bukunya yang berjudul “The Bible, The Qur’an and Science”, mengatakan bahwa tidak ada pernyataan dalam Al-Qur’an yang bertentangan dengan fakta ilmiah.
Kesimpulan itu ia buat setelah ia melakukan kajian terhadap mumi Ramesses II yang diperkirakan hidup pada jaman Nabi Musa.
Ia menemukan ada sisa garam pada mumi tersebut.
Hal inilah yang membuat Maurice Bucaille terheran-heran.
Ada orang yang punya pendidikan tinggi, gelarnya begitu panjang, jabatannya tinggi, bisnisnya banyak, namun sayang ibadahnya tidak beres.
Ilmu agamanya masih sangat kurang, dan ia tidak punya keinginan untuk menambah ilmu akhirat, hanya ilmu dunianya yang terus ia kejar.
Ia memahami agama dengan penafsirannya sendiri, karena merasa diri pintar. Menganggap kuno dalil-dalil agama, karena menurutnya itu tidak membuat maju dunia.
Rocket science lebih bernilai daripada perbaikan akhlak.
Kemajuan buat mereka adalah tentang banyaknya kekayaan, tingginya pengetahuan, kebesaran bisnis, ketenaran, berpakaian minim, kesenangan yang sebebasnya, hak asasi tanpa kekang.
Iman adalah hal absurd bagi mereka, dia akan selalu bertanya dengan logikanya.
Mereka terlihat sangat pandai dalam ilmu keduniaan, menganggap diri mereka hebat dan pintar. Mereka pandang yang lain (dengan takdir Allah) tak secerdas mereka, hingga cenderung meremehkan.
Mereka menjadi orang yang benar-benar lalai dari akhirat.
Mereka tak memandang bahwa hidup di dunia pasti ada akhirnya.
Mereka lupa pada Alah, dilupakan oleh diri mereka sendiri.
Mereka orang yang sombong, hidup dalam kepenatan, dan berakhir dengan kepedihan.