Ada masa ketika semua orang tiba-tiba ingin jadi YouTuber. Sebelumnya, semua berlomba-lomba nulis buku. Sebelumnya lagi, semua ingin punya startup.
Hari ini? Mungkin semuanya sedang ingin jadi influencer AI.
Bukan karena mereka menemukan panggilannya. Tapi karena semua orang melakukannya. Latah. FOMO. Takut ketinggalan. Takut dibilang ketinggalan zaman.
Padahal, belum tentu itu ladang kita. Belum tentu itu senjata kita. Dan belum tentu itu jalan untuk kita.
Warung pecel di pojok gang tidak butuh neon biru karena sambalnya sudah bikin orang jalan kaki 700 meter. Brand bukan cuma logo dan video. Brand adalah reputasi dari keunggulan, yang diulang-ulang sampai orang hafal: kalau butuh ini, cari kamu.
Masalahnya, banyak dari kita memikirkan “cara tampil” lebih lama daripada “cara menang”.
Saya paham kita butuh branding. Perlu visible. Perlu citra.
Tapi pencitraan yang bukan kenyataan itu bukan citra, itu kepalsuan. Tinggal tunggu waktu kehancuran.
Kita memoles etalase, tapi kosong di dapur. Kita menyusun kalender konten, tapi lupa kalender penjualan. Kita hadir di semua platform, tapi tidak hadir sepenuhnya di satu pekerjaan yang betul-betul mengubah hidup.
Padahal setiap orang itu unik. Ada yang suaranya berat, bagus untuk podcast. Ada yang tulisannya tajam, cukup artikel mingguan. Ada yang tidak pandai bicara, tapi jago membangun sistem, biarkan produkmu yang bicara. Jangan memaksa dirimu menjadi kamera kalau sebenarnya kamu adalah mesin.
Kuncinya: berhenti terlihat sibuk. Mulai signifikan.
Caranya sederhana, tapi tegas. Jadikan tiga hal ini sebagai kompas harian:
Pertama, apakah ini membuatku lebih taqwa kepada Allah? Kalau iya, jalankan. Kalau tidak, tinggalkan. Ketaqwaan membuatmu selamat dunia akhirat.
Kedua, apakah ini membuatku bertambah pandai dan bijaksana? Bukan cuma tahu, tapi paham; bukan cuma paham, tapi dewasa mengambil keputusan. Ilmu yang tidak menambah adab, itu cuma data.
Ketiga, apakah ini membuat finansialku tumbuh pesat dengan cara yang halal dan terukur? Kalau hanya menambah like, tapi tidak menambah nilai dan cashflow, itu hobi yang menyamar sebagai kerja.
Kalau sebuah ajakan, peluang, atau pekerjaan tidak lulus tiga kompas ini, ucapkan dua huruf paling strategis dalam hidup: NO.
Bukan karena sombong. Karena fokus itu mahal, dan hidup tidak panjang.
Oiya, hentikan multitasking.
Multitasking itu bukan keahlian, itu kebocoran. Lakukan satu hal sampai tuntas, baru pindah. Monogami pada prioritas. Kerjakan satu proyek sampai jadi bukti, bukan sampai bosan. Ribuan video pendek tidak akan menolong kalau satu produkmu saja tidak selesai.
Hari ini, coba uji sepuluh detik:
- Apa kekuatan paling asli dari diriku? (Sebut satu.)
- Cara paling “aku” untuk menyampaikannya? (Pilih satu format.)
- Satu langkah konkret hari ini yang lulus kompas: taqwa, hikmah, finansial? (Tulis satu aksi. Lakukan.)
Tidak perlu jadi semua orang. Cukup jadi dirimu, versi yang berani berkata tidak pada yang ramai, dan berkata ya pada yang benar.
Karena pada akhirnya, yang mengangkatmu bukan arus tren, tapi ridho dari Allah, ketajaman akal, dan cash flow yang sehat.
Sepertinya itu sudah cukup untuk jadi luar biasa.