Ingin jadi pengusaha? Sebentar, jangan buru-buru.
Pertanyaan paling penting yang sering saya lontarkan bukan soal bagaimana, tapi mengapa.
Mengapa kamu ingin menjadi pengusaha?
Jawaban ini bukan sekadar soal “mau jadi bos,” “ingin bahagia,” atau “ingin bikin dunia lebih baik.”
Semua itu terdengar mulia, tapi coba pikir lagi, “Apakah itu cukup untuk bertahan?”
Karena jadi pengusaha itu seperti mendaki gunung tanpa tali. Ada malam-malam tanpa tidur, keraguan yang menggerogoti, dan rasa sepi yang kadang menyesakkan. Motivasi yang lemah seperti keinginan jadi bos atau sekadar bahagia, tidak cukup membakar api itu.
Beberapa orang bilang, “Siapkan dulu yang aman sebelum lompat dari karyawan ke pengusaha.”
Menurut saya, itu seperti mau belajar berenang tapi tetap berpegangan di pinggir kolam.
Kabar buruknya: syarat jadi pengusaha itu justru harus bisa berdamai dengan rasa tidak aman, selamanya!
Kalau kamu butuh rasa aman untuk mulai, kamu akan terus mencari alasan menunda. Sampai akhirnya sadar, yang kamu bangun hanyalah tumpukan rencana tanpa nyali. Yang sering terjadi, dia tidak akan pernah jadi pengusaha. Saya sudah melihatnya berkali-kali.
Saya lanjutkan…
Kamu butuh alasan yang lebih dalam, yang kadang, jujur saja, agak egois.
Mungkin kamu ingin membuktikan sesuatu kepada orang yang tak pernah percaya, atau membalas dendam dari masa lalu yang penuh luka. Bisa jadi juga kamu ingin meraih kendali, agar tak ada yang bisa mengatur hidupmu lagi.
Jangan malu mengakui itu.
Motivasi macam ini yang paling kuat, yang bikin kamu bangkit saat dunia menjatuhkanmu.
Lalu, coba pikir, apa yang membuatmu marah sampai susah kendali?
Kemarahan yang bukan cuma ledakan emosi, tapi sinyal dari inti dirimu, tentang apa yang benar-benar kamu pedulikan.
Kalau kamu bisa kenali itu, kamu bisa salurkan amarah jadi bahan bakar yang konstruktif, bukan jadi penghalang.
Ingat masa kecilmu, saat bahagia itu terasa murni tanpa syarat. Apa itu? Momen itu mungkin kunci untuk tahu apa yang sebenarnya kamu cari dalam perjalanan ini.
Lalu,
Bagaimana kamu menerima kegagalan?
Kalau kamu cuma bisa menerima kegagalan asal sudah berusaha, maaf, mungkin jadi pengusaha bukan jalanmu. Kamu perlu rasa takut yang dalam, yang bikin kamu tak rela menyerah begitu saja.
Terakhir, coba tanya orang dekat yang kamu percaya.
Apakah mereka memang melihat motivasimu sama seperti yang kamu ceritakan ke orang-orang? Kadang kita menipu diri sendiri tanpa sadar. Mendengar pandangan jujur dari luar bisa jadi cermin yang membangunkan.
Jadi, sebelum berlari mengejar mimpi wirausaha, beranikah kamu menggali “mengapa” itu sampai ke tulang? Kalau sudah, barulah mulai jalan.
Karena tanpa alasan sekuat batu, perjalanan itu cuma akan jadi cerita yang berhenti di tengah jalan.
So, tidak semua orang harus jadi pengusaha. Dan itu tetap mulia.