Kadang pendapatan tidak datang dari proposal. Tapi dari senyuman.
Bukan berarti kita tak perlu kerja keras. Tapi kerja keras saja tidak cukup.
Kadang yang membuka pintu bukan kekuatan otot atau otak.
Tapi kekuatan hati.
Saya menyaksikan sendiri.
Ada orang yang biasa saja. Pendidikan biasa. Skill juga pas-pasan. Tapi dia ramah luar biasa. Senyumnya tulus. Ucapannya ringan. Dan… hidupnya dimudahkan.
Pelanggan datang sendiri. Orang senang bekerja sama. Rezekinya lancar.
Padahal, tak ada yang terlalu istimewa, kecuali hatinya.
Kita kadang terlalu sibuk jadi pintar. Tapi lupa jadi menyenangkan.
Padahal ucapan “keren, mantap, salut!” di komentar grup WA mungkin lebih berdampak dari seminar 3 jam yang kita buat.

Jawaban “wa’alaikumsalam” dengan nada tulus, bisa membuka percakapan yang membawa peluang. Memberi like di media sosial? Bisa jadi itu secercah semangat bagi teman yang sedang hampir menyerah.
Tapi kita sering lupa. Atau terlalu gengsi.
Mungkin takut terlihat remeh.
Padahal… justru yang remeh-remeh itu yang kadang membawa arah hidup.
Sikap ramah itu bukan soal pencitraan. Tapi pancaran.
Pancaran hati yang tulus ingin membuat hidup orang lain lebih ringan.
Dan saat kita meringankan, hidup kita pun ikut dipermudah.
Jangan remehkan kekuatan respon kecil.
Apresiasi. Salam. Senyum. Sapaan. Like.
Itu bukan hal kecil. Itu tanda Anda hadir sebagai manusia.
Kita tak perlu selalu tampil paling hebat.
Tapi setidaknya, kita bisa jadi yang paling ramah.
Rezeki itu takdir Allah, dan kadang, jalan rezeki itu tidak ditentukan seberapa tinggi kita melompat—tapi seberapa dalam kita menyentuh hati orang lain.