Ada nama-nama yang kita kenal. Gates. Jobs. Zuck. Mereka adalah wajah di sampul majalah, para dewa di panteon teknologi.
Tapi ada hantu di dalam mesin. Arsitek yang membangun fondasi, lalu menghilang ke dalam bayang-bayang.
Namanya Marc Andreessen.
Dan kemungkinan besar, kamu menggunakan karyanya setiap hari tanpa pernah tahu siapa dia.
Jendela Ajaib Bernama Netscape
Saya teringat tahun 1996, awal-awal bekerja. Tahun itu, internet masih seperti harta karun. Mahal, asing, dan terbatas.
Di sudut ruangan, sebuah komputer tabung berdengung pelan. Lalu suara itu datang. Suara modem dial-up yang melengking, berisik, seperti mesin yang sedang merobek dimensi lain. Itu bukan gangguan. Itu adalah nada pembuka menuju keajaiban.
Setelah penantian yang terasa seperti menunggu pacar datang, sebuah jendela muncul. Netscape Navigator. Itu adalah jendela ke dunia yang tidak pernah saya bayangkan. Tapi yang paling membekas adalah Netscape Navigator Gold, versi lengkap Netscape yang ada editor HTML nya.

Dengan itu saya pernah membuat web-based application pertama saya.
Form login sederhana, tabel data seadanya, halaman input dengan HTML kaku. Semua dikerjakan di komputer Pentium, layar CRT, dan suara modem dial-up berderit. Tapi, sensasi yang saya rasakan seolah saya sedang memegang cetak biru masa depan.
Saya merasa seperti seorang penjelajah yang baru saja menancapkan bendera di benua baru. Saya tidak tahu siapa yang menggambar peta benua itu.
Belakangan saya baru tahu, dia bernama Marc Andreessen.
Dari Ladang Jagung ke Dunia Maya
Marc lahir 1971, di Cedar Falls, Iowa. Ayahnya seorang pekerja ladang. Tidak ada tanda-tanda anak ini kelak akan menjadi arsitek dunia digital. Tapi sejak remaja ia jatuh cinta pada komputer, belajar otodidak, dan akhirnya masuk University of Illinois di Urbana-Champaign.
Di kampus itu, pada usia 21 tahun, ia bersama Eric Bina menciptakan Mosaic. Bukan browser pertama, tapi browser pertama yang ramah manusia. Bukan sekadar baris teks, tapi gambar dan teks bisa berdampingan. Dunia maya tiba-tiba punya wajah.

Dirilis gratis tahun 1993, Mosaic meledak. Ribuan orang mengunduh dalam bulan pertama, lalu jutaan dalam setahun. Itulah momen internet beralih dari “mainan akademisi” menjadi kebutuhan masyarakat.
Raja Muda di Singgasana Tanpa Alas Kaki
Pada 1994, Andreessen yang ketika itu berusia 24 tahun, bersama Jim Clark, mendirikan Netscape. Navigator jadi produk andalan, dan IPO tahun 1995 tercatat sebagai salah satu IPO paling legendaris. Saham melonjak dari $28 ke $75 dalam sehari.
Sebuah perusahaan yang belum untung tiba-tiba bernilai hampir US$3 miliar.

Marc Andreessen mendadak jadi simbol, mengantongi US$58 juta dalam semalam. Majalah TIME meletakkan fotonya di sampul: seorang raja baru, duduk di singgasana, tanpa alas kaki. Simbol dari era baru yang liar dan tak terduga.
Dunia menganggapnya dewa muda yang menyalakan obor internet.
Perang Browser Pertama
Istana baru itu menarik perhatian naga tua yang sedang tidur. Microsoft. Mereka melihat Netscape bukan sebagai inovasi, tapi sebagai ancaman eksistensial.
Microsoft datang, menawarkan “pembagian pasar”: Netscape boleh mengambil platform selain Windows, tapi Windows adalah wilayah kekuasaan Microsoft.
Andreessen menolak mentah-mentah.
Sebuah keputusan berani yang menandai dimulainya “Perang Browser Pertama.”
Microsoft tidak datang untuk bersaing. Mereka datang untuk memusnahkan. Mereka menciptakan Internet Explorer dan menanamnya secara gratis di setiap lisensi Windows.
Itu bukan pertarungan bisnis. Itu pembantaian.
Dalam tiga tahun, Netscape yang menguasai 90% pasar jatuh tinggal 20%.
Tahun 1999, Netscape dijual ke AOL seharga US$4,2 miliar. Andreessen memang jadi kaya raya, tapi hatinya teriris. Kekalahan itu pahit: ia dikalahkan bukan karena produk, tapi karena politik distribusi.
Sang raja muda, mengaku merasa “dihina” oleh kekalahan itu.
Dari Abu Netscape ke Opsware
Banyak orang yang hancur setelah kekalahan telak. Tapi Andreessen menolak untuk menjadi salah satunya. Bersama Ben Horowitz, ia mendirikan Loudcloud, sebuah perusahaan komputasi awan, tepat saat gelembung dot-com meledak.
Waktu yang sangat buruk. Perusahaannya berada di ambang jurang, hanya tiga minggu dari kebangkrutan total. Kisah ini, pernah saya baca di bukunya Ben Horowitz, The Hard Thing About Hard Things.
Di sinilah karakternya teruji. Ia tidak panik. Ia melakukan pivot. Menjual divisi operasinya, dan mengubah sisa perusahaan menjadi Opsware, sebuah perusahaan perangkat lunak.
Beberapa tahun kemudian, Hewlett-Packard membeli Opsware seharga US$1,65 miliar. Andreessen tidak hanya selamat. Ia membuktikan bahwa ia lebih dari sekadar bocah ajaib satu musim. Ia adalah seorang penyintas.
Dari abu, Andreessen bangkit lagi.
Bisikan yang Mengubah Sejarah
Waktu berjalan cepat. Babak kedua hidupnya tidak lagi tentang membangun istana, tapi tentang menahbiskan raja-raja baru.
Momen puncaknya terjadi pada 2006. Seorang pendiri startup berusia 22 tahun, Mark Zuckerberg, sedang bimbang. Yahoo menawar perusahaannya, Facebook, seharga US$1 miliar. Semua orang di sekelilingnya berteriak, “Jual!”
Andreessen menatap matanya. Ia hanya memberikan satu nasihat singkat: “Jangan jual.”
Zuckerberg mendengarkan. Dan nasihat itu mungkin menjadi nasihat bisnis paling berharga yang pernah diberikan dalam sejarah peradaban manusia.
Hari ini Meta bernilai hampir US$2 triliun. Satu bisikan Andreessen membuat sejarah bergeser jalur.
A16z: Mesin Inovasi Silicon Valley
Tahun 2009, Andreessen dan Horowitz meluncurkan Andreessen Horowitz (a16z). Modal awal US$300 juta. Filosofinya gila: mitra boleh menulis cek investasi ratusan juta dolar tanpa harus rapat konsensus.
Ya, Andreessen percaya bahwa “konsensus membunuh keputusan hebat.”
Bagi Andreessen, manajemen adalah seni melepas. Rekrut orang lebih baik dari dirimu, lalu beri mereka kebebasan. Jangan biarkan ide bagus mati karena harus menunggu rapat. Jika setiap keputusan harus minta izin atasan, itu tanda kegagalan. Prinsip ini membuat a16z bukan sekadar firma modal, tapi sebuah “mesin inovasi” dengan tentakel di banyak industri.
VC a16z berinvestasi besar pada kuda-kuda hitam: Airbnb, Twitter, Oculus, GitHub, dan ratusan startup lain.
Ironi termanis datang ketika Microsoft mengakuisisi salah satu portofolio mereka itu, GitHub, seharga US$7,5 miliar. Investasi a16z sebesar US$100 juta menghasilkan keuntungan lebih dari US$1 miliar dari kesepakatan itu.
Perusahaan yang dulu pernah menghancurkannya kini menulis cek bernilai miliaran dolar untuk perusahaannya. Balas dendam terbaik bukanlah amarah, melainkan kesuksesan yang memekakkan telinga.
Andreessen menulis ulang aturan venture capital. Dari sekadar investor, a16z jadi mesin pendukung ekosistem startup.
Mengapa Nama Andreessen Jarang Disebut?
Sekarang, di era AI dan kripto, Andreessen masih lantang bicara. Mendukung inovasi, menyerang regulasi berlebihan, memprovokasi status quo.

Tapi, mengapa jarang ada yang membicarakan Marc Andreessen?
Mungkin karena pengaruhnya terlalu mendasar, seperti udara atau air. Ia adalah arsitek infrastruktur. Kita mengagumi gedung-gedung indah yang berdiri di atasnya, tapi kita jarang memikirkan fondasi yang tersembunyi di bawah tanah.
Dari jendela Netscape yang pertama kali ia buka untuk dunia, hingga perusahaan-perusahaan masa depan yang ia danai hari ini, kita semua hidup di dalam bangunan yang ia rancang. Kita hanya tidak menyadarinya.
Bagi saya, Marc Andreessen bukan sekadar legenda Silicon Valley. Ia adalah orang yang membuat saya jatuh cinta pada Netscape Gold di tahun 1996. Dari form HTML sederhana, saya melihat masa depan. Dan masa depan itu, sampai hari ini, masih dibentuk oleh jejaknya.
Apakah ia akan dikenang di buku sejarah? Atau ia akan terus jadi bayangan di balik layar? Satu hal pasti: tanpa Marc Andreessen, panggung internet yang kita injak hari ini mungkin tidak pernah ada.