Di satu tongkrongan, obrolan bisa soal harga cabai, resep sambal, dan “strategi” belanja bulanan.
Di tongkrongan lain, bisa soal inflasi, suku bunga acuan, dan resesi global.
Dan lucunya, masing-masing menganggap obrolan kelompok lain itu “berat banget, ya.”
Padahal… ya enggak.
Yang tiap hari ngatur pengeluaran rumah tangga akan lancar hitung diskon, banding harga, dan bikin anggaran mingguan. Tapi bisa bengong kalau dengar soal quantitative easing.
Yang tiap hari baca laporan keuangan perusahaan bisa paham EBITDA, tapi mungkin takjub lihat ibu-ibu bikin belanja 200 ribu cukup untuk seminggu.
Berat itu relatif. Serius itu terbiasa.

Seperti anak SMA yang diminta ngerjain soal kelas 3 SD. Bukan cuma gampang. Bahkan bisa disambi salto. Tapi bagi anak SD, itu sudah kayak ujian akhir hidup. Padahal soalnya sama, hanya level pemahaman yang berbeda.
Begitu pula hidup.
Kalau tiap hari yang dibaca hanya caption receh dan quotes motivasi instan, maka diskusi soal sistem moneter dunia akan terasa seperti seminar alien. Tapi kalau otak terbiasa disuplai gizi berat, maka topik yang “serius” akan jadi kudapan sore.
Obrolan ringan boleh saja.
Kita semua butuh hiburan, tawa, gosip lucu, dan cerita receh yang bikin otak rehat sejenak.
Tapi kalau setiap obrolan selalu ringan, maka isi kepala kita juga akan ikut ringan.
Lama-lama bukan cuma obrolannya yang dangkal, tapi juga keputusan-keputusan hidup kita. Karena itu, selingi dengan percakapan yang menantang otak, memperluas sudut pandang, dan memperdalam cara kita berpikir.
Lalu, kenapa ini penting?
Karena perolehan hidup kita sangat sering mencerminkan level “latihan” kita.
Yang biasa mikir panjang, akan mampu membuat keputusan jangka panjang.
Yang terbiasa baca data, tak gampang ditipu narasi.
Yang terbiasa mengunyah hal berat, tak kaget saat dunia menaruh beban sungguhan.
Tapi ya hidup memang kadang absurd.
Ada juga orang serius, dapat hasil receh. Ada juga yang tiap hari diskusi strategis, tapi kerjaannya jadi admin WA grup.
Tapi itu pengecualian.
Kita jangan belajar dari pengecualian.
Kita belajar dari pola.
Karena pada akhirnya: Berat itu bukan musuh. Tapi alat ukur kesiapan.
Kalau sekarang kamu merasa bacaan ini berat, bisa jadi karena otakmu belum terbiasa. Tapi jangan khawatir. Seperti push-up pertama yang bikin lengan gemetar, semua yang berat akan terasa ringan kalau terus dilatih.
Dan yang terbiasa berpikir berat…
akan sulit puas pada hasil yang remeh.