Ada tujuh pilar yang saya suka dalam hidup. Tapi, saya tak akan jelaskan semuanya sekarang. Hari ini, saya pilih satu dulu: kesederhanaan.
Enam sisanya: optimis, disiplin, efisien, efektif, sabar, kejujuran, akan saya ceritakan nanti. Karena kalau langsung semua, tulisan ini bisa jadi seperti hidup yang terlalu terburu-buru: padat, penuh, tapi tak menyentuh.
Sederhana Bukan Sekadar Tampilan
Saya selalu kagum pada orang yang sederhana.
Tapi bukan yang dibuat-buat. Bukan yang pura-pura pakai sendal jepit tapi dompetnya berisi ratusan topeng.
Kesederhanaan yang jujur. Yang alami. Yang lahir dari kedalaman.
Orang yang pakai baju sewajarnya, tapi isinya luar biasa. Orang yang jawabannya singkat, padat, jelas. Orang yang tak banyak gaya, tapi sekali bergerak langsung terasa nilainya.
Apalagi kalau pikirannya tajam, ucapannya bijak, dan hatinya lapang. Apalagi kalau hartanya berlimpah, tapi tak pernah terlihat mewah. Apalagi kalau ilmunya dalam, dan taqwanya kepada Allah membuat dunia terasa kecil di matanya.
Itulah manusia langka, yang makin tinggi derajatnya, makin membumi langkahnya.
Karena buat saya, sederhana bukan soal tidak mampu. Tapi soal tahu mana yang penting.
Cara Berpikir yang Menjernihkan
Kesederhanaan itu bukan soal gaya hidup saja. Ia juga soal cara berpikir. Cara kita memandang persoalan, cara menyelesaikan tantangan, cara mendesain solusi, bahkan cara menjelaskan sesuatu agar orang lain merasa tercerahkan, bukan tertampar kebingungan.
Orang yang sederhana tahu cara memilah mana yang penting, mana yang hanya bising.
Itulah mengapa saya lebih suka orang yang bisa menjelaskan ide rumit dengan kalimat sesingkat mungkin, daripada mereka yang menjadikan kebingungan sebagai pertunjukan intelektual.
Saya suka orang yang bisa menyelesaikan masalah besar tanpa teriak-teriak. Yang bisa menjawab tantangan kompleks dengan solusi yang clear. Yang tak sibuk menambah, tapi justru tahu apa yang harus dikurangi.
Simplify, then Highlight
Saya suka pendekatan ini: Simplify, then highlight.
Buang yang tak perlu. Sisakan yang esensial.
Baru tampilkan kelebihannya.
Seperti desainer hebat. Seperti penulis piawai. Seperti arsitek pikiran yang tahu cara mengatur ruang agar terasa lapang.
Mungkin benar kata Einstein, “Simplicity is the ultimate sophistication.”
Makin tinggi gunung, makin sunyi puncaknya.
Makin dalam ilmu, makin ringan ucapannya.
Makin kuat orang, makin lembut sikapnya.
Kesederhanaan bukan kekurangan. Tapi kelebihan yang sudah tak butuh pengakuan.
Saya ingin hidup seperti itu. Tak heboh. Tapi berdampak. Tak ribet. Tapi terasa.
Karena hidup sudah cukup rumit. Kita tak perlu ikut-ikutan membuatnya tambah bising.