Saya punya ketertarikan aneh pada kesederhanaan. Bukan karena saya ingin hidup asketik atau lari dari dunia yang ribet, tapi karena saya percaya: hal besar lahir dari yang sederhana. Termasuk dalam urusan berpikir.

Saya suka hal-hal yang tampaknya kuno dan kaku: optimisme, disiplin, kejujuran, kesabaran.

Tapi hari ini, kita akan bicara tentang efisiensi dan efektivitas. Ya, nilai keempat dan kelima dalam hidup yang juga saya sukai.

Keduanya seperti kembar siam. Tidak bisa dipisahkan. Tapi bukan berarti identik.


Banyak orang salah kaprah. Mengira orang yang sibuk itu produktif. Mengira orang yang hemat itu efisien. Padahal, bisa jadi dia hanya sedang mengerjakan hal yang salah dengan sangat cepat dan sangat murah.

Saya suka menonton film tentang sniper. Karena sniper bukan sekadar jago menembak. Tapi jago memutuskan: kapan menarik pelatuk, dari jarak berapa, dengan arah angin seperti apa.

Satu peluru. Satu hasil. One shot, one kill.

Tidak ada peluru terbuang. Tidak ada gerakan sia-sia.

Itu efisiensi.

Sniper tidak asal tembak. Dia menunggu target yang tepat. Menyatu dengan semak, berjam-jam. Mengabaikan nyamuk, lapar, dan hawa dingin. Karena dia tahu: menembak orang yang salah, meskipun kena, tetap salah.

Itu efektivitas.

Produktivitas = Efektivitas + Efisiensi

Baca juga: 3 Langkah Menjadi Lebih Produktif.

Efisiensi itu soal cara. Efektivitas itu soal arah.

Saya suka keduanya. Tapi lebih suka saat mereka jalan bareng. Karena ketika hanya salah satunya yang bekerja, hasilnya bisa absurd.

Bayangkan begini.
Ada orang yang sangat efisien. Segalanya diukur, dihemat, dipangkas. Tapi sayangnya, dia sedang menuju arah yang salah. Seperti orang hemat bensin, tapi ternyata belok ke jalan tol yang salah arah. Hemat sih, tapi harus muter balik.

Itulah efisiensi tanpa efektivitas: cepat, murah, tapi salah tujuan.

Sebaliknya, ada juga yang sangat efektif. Dia tahu persis tujuannya: ingin membangun perusahaan yang berdampak, ingin menolong orang, ingin hidup bermakna. Tapi caranya berantakan: buang waktu, buang tenaga, sibuk tapi tidak selesai.

Itulah efektivitas tanpa efisiensi: niatnya benar, tapi boros dan melelahkan.

Maka keduanya harus kawin.

Seperti kata pak Peter Drucker, Efisien itu doing things right, mengerjakan sesuatu dengan cara terbaik dan paling hemat. Efektif itu doing the right things, memastikan kita mengerjakan hal yang benar.


Gabungkan keduanya, barulah kita bicara tentang produktivitas.

Saya pernah menyederhanakan ini dalam satu analogi:
Efisiensi itu cara kamu memutar pedal sepeda. Efektivitas itu apakah kamu menuju puncak bukit atau malah masuk ke gorong-gorong.

Kalau dua-duanya sinkron, maka kamu bisa naik lebih cepat, dengan tenaga yang pas, dan sampai di tempat yang memang kamu inginkan.

Jadi ketika orang tanya, bagaimana cara menjadi lebih produktif?

Saya tidak akan menjawab: kerja lebih keras.

Saya juga tidak akan langsung bilang: kerja lebih cerdas.

Saya akan mulai dari dua pertanyaan:
Apakah kamu sedang mengerjakan hal yang paling penting?
Dan apakah kamu melakukannya dengan cara yang paling optimal?

Karena sering kali, produktivitas bukan tentang menambah jam kerja. Tapi tentang menghapus yang tidak perlu, dan mengeksekusi yang benar dengan lebih tajam.

Seperti sniper.

Bukan yang punya banyak peluru. Tapi yang tahu kapan menarik pelatuk, dan hanya sekali.

Jadi kalau hari ini kamu merasa lelah, padahal kerja tak berhenti sejak pagi, coba cek lagi: kamu sedang efisien, efektif, atau cuma sibuk?

Dan kalau kamu ingin jadi produktif, mulailah seperti sniper: lihat sasarannya. Kunci arah angin. Atur napas. Lalu tembak… hanya sekali. Tapi tepat.


Elite Success Blueprint Banner


Konten iklan ini dipilihkan oleh Google sesuai kebiasaan Anda akses informasi
0 Shares:
You May Also Like
Berpikir Ala Jenius Dengan First Principle Thinking
Read More

Berpikir Ala Jenius Dengan First Principle Thinking

Cara berpikir para jenius di dunia memiliki satu kesamaan, yaitu mereka banyak berpikir tentang cara mereka berpikir. Elon Musk dan juga beberapa entrepreneur hebat lainnya menggunakan kerangka kerja yang disebut dengan First Principle untuk menyusun pemikiran mereka. Sebuah kerangka cara berpikir (penalaran), dengan cara menggali suatu hal sampai ke esensi dasarnya, sehingga hal itu tidak lagi diselimuti oleh asumsi-asumsi lain, dan tidak bisa diurai lebih dalam lagi. Kemudian dari esensi dasar itu, dibangun sebuah pemikiran sendiri. Bagaimana Anda juga bisa melakukannya ?
Read More