“Mulai Senin diet ketat!”
“2025 harus jadi game-changing year!“
“Next year is my year!”
Ya kan? selalu seperti itu.
The “All or Nothing” Trap
“Semua atau Tidak Sama Sekali”. Pernah mengalami ini?
- Telat bangun 5 menit → “Yaudah hari ini skip workout aja”
- Makan satu gorengan → “Udah terlanjur, hajar aja sekalian”
- Miss satu hari journaling → “Restart bulan depan deh”
Saya menyaksikan seorang product manager, sebut saja Toni. Dia punya resolusi membangun personal branding di LinkedIn.
Target dia: Post setiap hari, minimal 500 kata, dengan insight mendalam tentang product management.
Minggu pertama lancar.
Minggu kedua mulai miss satu hari karena meeting marathon.
Hari berikutnya? “Ah udah bolong, restart bulan depan aja.”
Dan, bulan depan tidak pernah datang.
Kenapa Ini Terjadi?
Bayangkan kamu lagi nyetir ke Jogja dari Surabaya.
- Harusnya lewat tol
- Eh ternyata salah ambil exit
- Apa kamu langsung balik Surabaya dan mulai ulang?
Exactly.
Tapi kenapa dengan resolusi, satu ‘wrong exit’ langsung bikin kita balik ke start?
Perfeksionisme: Si Pembunuh Impian
“Belum launch startup karena masih refining business plan.”
“Belum mulai YouTube channel karena equipment belum lengkap.”
“Belum mulai invest karena masih research terus.”
Riset itu penting, tapi…
Ini cerita nyata:
Rizki, seorang developer, punya resolusi bikin course programming online.
“Aku mau bikin yang beda. Yang production quality-nya sekelas Udemy. Yang materinya super lengkap. Yang…”
Setahun kemudian? Masih di fase planning.
Sementara itu, kompetitornya yang ‘asal mulai’ dengan screen recording sederhana sudah dapat 100 juta/bulan.
The Netflix Fallacy
Kita terlalu terbiasa dengan kesempurnaan:
- Netflix yang buffer-free
- Instagram filter yang flawless
- Highlight reel kesuksesan orang lain
Reality check: Semua yang kamu kagumi sekarang pernah punya versi 0.1 yang “memalukan”.
Prokrastinasi Terstruktur: The Professional’s Excuse
Ini yang paling berbahaya, karena kedok “profesional”:
- “Lagi bikin framework dulu”
- “Lagi nyusun grand strategy”
- “Lagi develop systematic approach”
Sounds familiar?
Case Study: The Strategic Procrastinator
Ini Adit, seorang marketing manager:
Resolusi 2024: Bikin side hustle
Januari: Research market
Februari: Analisis kompetitor
Maret: Develop framework
April: Create roadmap
Mei: Design strategy
Juni: Planning phase 2
Juli: (masih planning)
Plot twist: Semua itu cuma fancy way untuk bilang “belum mulai”.
Tinggalkan Pola Lama
1. The 70% Rule
Mulai ketika persiapan baru 70%. Kenapa?
- 30% sisanya bisa dipelajari sambil jalan.
- Perfect timing doesn’t exist
- Kecepatan lebih penting daripada kesempurnaan.
2. Fokus ke Micro Progress
Daripada bilang, “Tahun depan mau lancar bahasa Jepang,” coba gini:
- Minggu 1: Install Duolingo.
- Minggu 2: Belajar 10 menit per hari.
- Minggu 3: Gabung komunitas.
- Minggu 4: Bisa perkenalkan diri.
3. Pakai Framework “Fail Forward”
Old mindset:
Gagal → Restart dari 0
New mindset:
Gagal → Dapat data baru → Adjust → Lanjut
Plan 2025 Tidak Cuma Wacana
1. Audit Pola Pikirmu
- Buka catatan resolusi lama.
- Tandai semua skenario “sempurna” dan “semua atau tidak sama sekali.”
2. Reframe Resolusimu
Misal:
- Dari: “2025 harus jadi pembicara nasional.”
- Jadi: “Q1 2025: Bicara di 3 meetup lokal.”
3. Tracking Progress, Bukan Kesempurnaan
- Rayakan kemajuan kecil.
- Bangun momentum.
Ingat:
- Done > Perfect
- Started > Planned
- Progress > Perfection
Quick Exercise
Ambil ponselmu, buka notes:
- Tulis satu resolusi 2025.
- Potong targetnya jadi setengah.
- Pecah jadi tugas mingguan.
- Lingkari tugas yang bisa dimulai dalam 24 jam.
Karena cara terbaik melawan overthinking adalah dengan action kecil yang konsisten.
Oiya, saya akan meluncurkan buku bagaimana mengubah resolusi jadi sistem yang bulletproof. Stay tuned!
Terimakasih sudah membaca, semoga bermanfaat.